Mar 12, 2014

KONFLIK HADIST: BURUK SANGKA-BAIK SANGKA



Hadits A: Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Hendaklah kalian menjauhi berburuk sangka karena berburuk sangka itu adalah sedusta-dusta perkataan, dan janganlah mencari-cari kesalahan, dan janganlah kalian mengintip, dan janganlah saling membenci, dan janganlah saling membelakangi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.[1]
Hadits B: Diriwayatkan bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Sesiapa bersangka baik kepada manusia, maka banyaklah penyesalannya.[2]

Dua hadits di atas nampaknya saling bertentangan. Hadits A menganjurkan umat Islam untuk senantiasa berbaik sangka sesama mereka manakala Hadits B menerangkan bahwa berbaik sangka sesama umat akhirnya akan membawa kerugian dan penyesalan kepada diri sendiri. Dengan kata lain, Hadits B seolah-olah menganjurkan umat untuk senantiasa berburuk sangka sesama sendiri.
Namun antara dua hadits ini terdapat perbedaan kekuatan isnadnya. Hadits A adalah sahih sebagaimana yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim manakala Hadits B adalah daif karena dalam isnadnya terdapat dua orang perawi yang tidak diketahui kedudukan mereka – adakah mereka jujur atau tidak, terpercaya atau tidak dan adakah hadits-hadits yang mereka riwayatkan dapat diterima atau tidak. Oleh karena itu yang benar hanyalah Hadits A manakala Hadits B tertolak.
Dari contoh pertama ini dapat kita pelajari satu rumusan yang penting, yaitu apabila wujud pertentangan antara dua hadits yang berlainan kekuatannya, maka pertentangan tersebut dihilangkan dengan mengambil hadits yang paling kuat manakala hadits yang lebih rendah kekuatannya diketepikan.
Perbedaan kekuatan hadits adalah antara penyebab berlakunya banyak pertentangan antara hadits-hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh itu antara langkah pertama yang harus ditempuh oleh seseorang apabila menemui dua atau lebih hadits yang bertentangan maksudnya antara satu sama lain adalah dengan menyimak status kekuatan hadits-hadits tersebut. Jika yang bertentangan adalah antara hadits yang kuat (sahih, hasan) dengan hadits yang lemah (daif, maudhu’), pertentangan dapat dihilangkan dengan mengesampingkan hadits yang lemah tersebut.
Penjelasan tambahan:
Pengajaran yang terkandung dalam Hadits A adalah juga sejalan dengan pengajaran ayat al-Qur’an al-Karim berikut ini:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.  [al-Hujurat 49:12]
Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala: Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari purba-sangka (kecurigaan)….. jelas adalah merupakan satu suruhan agar meninggalkan berburuk sangka sesama umat, dengan kata lain hendaklah kita selalu berbaik sangka. Sehingga jika yang kelihatan pada saudara seiman dengan kita ialah sesuatu yang kurang baik, hendaklah kita tetap berusaha mencari kebenaran disebaliknya, agar jelas kepada kita apakah yang sebenarnya dimaksudkan oleh saudara kita tadi.
Diriwayatkan daripada Amirul Mukminin Umar al-Khattab radiallahu ‘anhu: Janganlah kamu berprasangka terhadap kalimat yang keluar dari saudara kamu yang beriman kecuali dengan prasangka yang baik selama kamu dapati kemungkinan untuk memahaminya dengan pemahaman yang baik.[3]
Diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin rahimahullah [4] Apabila sampai kepada kamu sesuatu berita tentang saudara kamu, maka carilah alasan yang membenarkan tindakannya. Jika kamu tidak menemuinya, maka katakanlah: “Mungkin dia mempunyai alasan”.[5]
Diriwayatkan daripada Abu Qilabah rahimahullah[6] Apabila sampai kepada kamu berita tentang saudara kamu yang tidak menyenangkan, maka carilah untuk dia sesuatu alasan dengan kesungguhan usaha kamu. Dan jika tidak menemuinya, maka katakanlah kepada diri kamu: “Barangkali dia mempunyai alasan yang aku tidak mengetahuinya”. [7]
Demikianlah manhaj sebenar seorang mukmin terhadap saudaranya dalam sangka bersangkaan. Jauh sekali manhaj ini dari apa yang dikhabarkan oleh Hadits B sekalipun adakalanya kelihatan Hadits B lebih kerap diamalkan dari Hadits A oleh sesama umat Islam. Maka sudah tiba masanya kita berubah sikap dari banyak berburuk sangka kepada senantiasa berbaik sangka, dan sentiasa berusaha mencari jalan untuk berbaik sangka sesama umat.
***
[1]Sahih: Hadits dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu, dikeluarkan oleh Ahmad, al-Bukhari, Muslim dan lain-lain, lihat Sahih al-Bukhari – no: 6724 (Kitab Faraid, Bab Pengajaran tentang Faraid).
[2]Sanad Daif: Hadits dari ‘Abd Allah ibn Abbas radiallahu ‘anhu, dikeluarkan oleh Ibn ‘Asakir saja dalam Tarikh al-Damsyq, jld 57, ms 126-127 dari jalan Abu al-‘Abbas Mahmud bin Muhammad bin al-Fadhl al-Rafiqi, telah diceritakan kepada aku oleh Abu ‘Abd Allah Ahmad bin Abi Ghanam al-Rafiqi…… . Berkata Nasr al-Din al-Albani dalam Silsilah Hadits Dhaif dan Maudhu’, jld 3, ms 427, no: 1152: Ibn ‘Asakir ketika mengenengahkan biografi Abu al-Abbas ini, tidak menegaskan sikapnya, tidak memuji atau mengecamnya. Sedangkan gurunya yakni Ahmad bin Abi Ghanam al-Rafiqi, tidak saya dapati seorangpun ulama’ hadits yang menyebutkannya.
[3]Disebut oleh Ibn Kathir dalam Tafsir al-Qur‘an al-‘Adzim, jld 4, ms 193, (tafsir bagi ayat 49:12).
[4]Abu Bakar Muhammad bin Sirin adalah seorang tokoh besar dari kalangan tabi‘in, ayahnya ialah salah seorang budak kerja kepada Anas bin Malik radiallahu ‘anhu. Beliau banyak mendengar dan menyampaikan hadits serta kuliah fiqh. Meninggal dunia pada 110H.
[5]al-Ashbahani – al-Taubikh wa al-Tanbih, no: 97; dinukil dari Tafsir Surat al-Hujurat: Manhaj Pembentukan Masyarakat Berakhlak Islam, ms 273 oleh Nashir bin Sulaiman al-’Umar..
[6]Beliau ialah Abu Qalabah 'Abd Allah bin Zaid al-Jarami, seorang tabi'in yang banyak menerima hadits dari para sahabat. Tinggal di Basrah, Iraq dan meninggal dunia pada 104H.
[7]Dikeluarkan oleh Abu Nu'aim dalam Hilyah al-Auliya', no: 2411 (Tabaqat Ahl al-Madinah: 'Abd Allah bin Zaid al-Jarami).

No comments:

Post a Comment