Diceritakan ada
seorang laki-laki yang jatuh hati kepada seorang pemuda tampan bernama Aslam.
Cinta di hatinya begitu mendalam kepada Aslam. Akan tetapi, anak muda tersebut
tidak mau dan menjauh darinya sehingga menyebabkan laki-laki itu terbaring
sakit dan tidak dapat bangkit. Orang-orang yang kasihan melihat diri laki-laki
itu mencoba mendatangkan anak muda itu, dan dibuatlah perjanjian supaya dia
menengok laki-laki itu. Mendengar berita itu, laki-laki yang sedang kasmaran
tersebut merasa sangat senang dan mendadak hilang kegelisahan dan kesedihannya.
Manakala dia dalam kegembiraan menanti anak muda tersebut datanglah orang lain
yang mengabarkan bahwa anak muda tadi sebenarnya sudah sampai di tengah jalan
tetapi kembali, tidak meneruskan perjalanannya dan tidak mau memperlihatkan
dirinya kepada laki-laki itu. Ketika mendengar berita tersebut, mendadak kambuh
sakitnya hingga tampak darinya tanda-tanda sakaratul maut. Kemudan dia
bersyair.
Wahai Aslam sang penyejuk hati
Wahai Aslam sang penyembuh sakit
Keridhaanmu lebih aku sukai pada diriku
Daripada rahmat
Sang Pencipta Yang Mahamulia
Dikatakan
kepadanya, “Takulah kamu dengan kata-kata itu!” Laki-laki itu menjawab, “Itu
kenyataannya”. Maka akhirnya matilah dia dalam keadaan kafir kepada Allah.
Fitnah
lelaki tampan
Sebagian ulama
mengharamkan khalwat (mojok) bersama pemuda yang sedang tumbuh jenggot, di
dalam rumah, di kedai, atau di tempat pemandian diqiyaskan kepada larangan
berkhalwat dengan wanita. Di antara para pemuda yang sedang tumbuh jenggot itu
ada yang ketampanannya melebihi kecantikan seorang wanita. Maka fitnahnya pun
lebih besar. Sebab ada satu kejahatan yang bisa dilakukan berhubungan dengannya
yang tidak bisa dilakukan berhubungan dengan wanita. Juga ada kejahatan yang
lebih mudah dilakukan berhubungan dengannya dibandingkan jika dilakukan
berhubungan dengan wanita. Jadi pantas saja jika ini lebih diharamkan.
Umar bin Al Khathab
Radhiyallahu ‘Anhu, dalam Talbis Iblis, berkata, “Tidaklah datang kepada
seorang alim dari tujuh perkara yang akan menghancurkan yang lebih ditakutkan
atas dirinya dari seorang anak yang berparas seperti wanita.”
Abus Sa’ib Rahimahullah
dalam Dzammul Hawa, berkata, “Benar-benar aku lebih merasa takut atas
seorang ahli ibadah dari fitnah seorang anak laki-laki yang berparas wanita di
bandingkan tujuh puluh gadis.”
Fath Al Mushili
Rahimahullah dalam Dzammul Hawa, juga berkata, “Aku berteman dengan tiga
puluh dari ulama yang mulia, semuanya memberikan wasiat kepadaku ketika
berpisah agar aku tidak berteman dengan anak laki-laki yang masih muda.”
Ibnul Jauzi Rahimahullah,
berkata, “Suatu kaum tidak bermaksud menyengaja berteman dengan al murdan
(lelaki muda yang sedang tumbuh jenggot). Hanyalah mereka mendidik anak
tersebut untuk bertaubat dan bersifat zuhud, kemudian mereka menemaninya dengan
tujuan untuk memberikan kebaikan kepadanya. Kemudian iblis membuat perkara yang
samar kepada mereka, dan mengatakan: jangan kalian mencegahnya dari perkara
yang baik! Kemudian mereka berulang kali memandang kepadanya dengan tidak
sengaja dan berkobarlah fitnah di dalam kalbu mereka, sampai setan mampu
menjerat mereka sesuai dengan kemampuannya. Terkadang mereka yakin dengan agama
mereka sendiri, maka setan membinasakan mereka dan melemparkan mereka ke dalam
maksiat yang paling dalam sebagaimana yang dilakukan terhadap Barshisha.”
Barshisha adalah ahli
ibadah dari Bani Isra’il yang kufur disebabkan jeratan iblis dan tipu daya
mereka yang dilakukan dengan bertahap.
Al Hafizh Ibnul Qayyim,
dalam Ghadul Bashar, berkata, “Dan faidah menundukan pandangan,
berlipat-lipat dari apa yang telah kami sebutkan. Hanyalah kami memberikan
peringatan yang keras atas permasalahan tersebut, terlebih dalam masalah
melihat kepada sesuatu yang tidak dijadikan oleh Allah jalan untuk bisa ditunaikan
hajat kepadanya secara syari’at, seperti al murdan (lelaki muda yang
belum tumbuh jenggot) yang bagus wajahnya. Maka sesungguhnya mengumbar
pandangan kepada mereka merupakan racun yang mematikan dan penyakit yang
kronis.”
Ibnu Hajar Al Haitami
Rahimahullah, berkata di dalam Kitab Tahrirul Maqal, “Ucapan salaf untuk
menghindari mereka, peringatan untuk melihat mereka, peringatan untuk terjatuh
dalam fitnah mereka dan bercampur dengan mereka sangat banyak tidak bisa
dihitung. Mereka -ridhwanullahi ‘alaihim- menamakannya dengan al murd (busuk
dan bangkai) karena syari’at yang mulia, dan agama yang jelas dan tinggi
kedudukannya, telah menyatakan kotornya perbuatan melihat kepada mereka,
melarang untuk bercampur dengan mereka dan bersepi sepi dengan mereka karena
akan mengantarkan ke dalam perkara yang busuk.”
Diriwayatkan oleh Al
Baihaqi dalam Asy Syu’ab Al Iman, suatu ketika Sufyan ats Tsauri masuk
ke pemandian umum. Tiba-tiba masuk seorang anak yang berwajah tampan. Sufyan
pun berkata, “Keluarkan ia dari sini. Sesungguhnya aku melihat bersama setiap
wanita itu satu setan, namun aku melihat bersama setiap pemuda tampan itu ada
belasan setan.”
Seorang laki-laki
mengunjungi Imam Ahmad bin Hanbal bersama seorang pemuda tampan. Melihat hal
itu Imam Ahmad bertanya, “Apa hubunganmu dengannya?”
“Ia kemenakan saya.”
jawab orang itu.
Lalu Imam Ahmad bin
Hanbal bertutur, “Lain kali jangan ke sini bersamanya. Juga jangan berjalan di
muka umum bersamanya supaya orang yang tidak mengenalmu atau mengenalnya
berprasangka buruk kepadamu!”
Memandang Lelaki Tampan
Dalam, Tahdzirul Ikhwan Min Mushahabatil Murdan,
disebutkan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa memandang lelaki
muda yang sedang tumbuh jenggot, hukumnya sebagai berikut:
Yang
pertama:
Pandangan yang disertai dengan syahwat. Maka ini haram secara mutlak.
Yang
kedua:
Pandangan yang dipastikan tidak ada syahwat padanya (maka ini tidak haram).
Seperti pandangan seseorang yang wara’ (orang yang menjauhkan diri dari dosa
dan maksiat) kepada puteranya yang tampan, puterinya yang cantik dan ibunya
yang cantik. Maka ini tidak disertai dengan syahwat, kecuali apabila seseorang
dari kalangan manusia yang paling fajir, maka kapan saja syahwat itu ada maka
perkaranya menjadi haram. Berdasarkan ini maka pandangan seseorang yang tidak
condong kalbunya kepada lelaki muda yang sedang tumbuh jenggot, sebagaimana
para sahabat dan umat-umat yang tidak mengenal perbuatan keji ini, tidak
terbesit pada kalbunya dari syahwat; karena dia tidak menganggap hal ini dan
dia orang yang selamat kalbunya pada hal seperti ini.
Yang
ketiga:
hanyalah terjadi perselisihan di antara ulama pada bagian “yang ketiga”, yaitu
pandangan yang tidak disertai dengan syahwat; akan tetapi dikhawatirkan akan
bangkit syahwat tersebut. Maka padanya ada dua pendapat pada madzhab Imam Ahmad
:
- Tidak boleh dan ini yang paling shahih di antara keduanya dan dihikayatkan dari nash Asy Syafi’i dan yang lainnya.
- Dibolehkan; karena yang menjadi asal adalah tidak bangkitnya syahwat, maka tidak diharamkan dengan sekedar keraguan bahkan boleh jadi perkaranya menjadi makruh.
Pendapat yang pertama
adalah yang benar sebagaimana yang benar dalam madzab Asy Syafi’i dan Ahmad
bahwa melihat kepada wajah wanita ajnabiyyah tanpa ada hajat ini tidak
diperbolehkan, walaupun syahwat tidak ada, akan tetapi dikhawatirkan bangkitnya
syahwat, oleh sebab itu diharamkan bersepi-sepi dengan wanita ajnabiyyah karena
hal itu adalah dugaan adanya persangkaan jelek padanya.
No comments:
Post a Comment