Jun 30, 2014

Kesempatan Besar Masuk Dalam: 70.000 orang masuk surga tanpa dihisab



Pada saat bersama kumpulan ramai, jibril menerangkan :  
“Mereka ialah umatmu dan mereka didahului oleh tujuh puluh ribu orang yang (akan masuk syurga) tanpa dihisab maupun diazab.” Rasulullah bertanya: “Mengapa (mereka mendapat keistimewaan itu)?” Jibril menjawab: “Mereka (ketika di dunia dahulu) tidak berobat dengan besi panas, tidak minta dijampi, tidak mempercayai nasib baik atau buruk dan ke atas tuhan merekalah, mereka bertawakkal.” (1)
Hadits ini tidak bermaksud menerangkan ciri-ciri orang yang bertawakkal, tetapi bermaksud menerangkan empat kategori orang yang bakal memasuki syurga pada Hari Akhirat kelak tanpa hisab maupun azab. Mereka ialah:
Pertama: Mereka yang tidak berobat dengan besi panas. Ini bukan berarti tidak berobat dengan besi panas karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri berobat dengan besi panas dan ia merupakan cara perobatan yang umum pada zaman itu. Hanya Rasulullah tidak menyukainya dan merupakan pilihan terakhir dengan syarat tidak memudaratkan. (2)
Akan tetapi arti sebenarnya ialah dalam rangka berobat apakah dengan besi panas atau selainnya, seseorang itu tidak menjadikan obat sebagai penyebab kesembuhan sebaliknya menjadikan Allah sebagai penyebabnya. Obat ialah sebab sementara kesembuhan bukanlah musabab. Sebab ialah usaha manusia sementara musabab ialah kehendak Allah Subhanahu waTa’ala. Ini sebagaimana perkataan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di dalam al-Qur’an:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ.
Dan apabila aku sakit, maka Dialah yang menyembuhkan penyakitku. [al-Syu’ara 26:80]
Perkara ini amat perlu diperhatikan karena kebanyakan umat Islam pada masa kini mengharap dan menyandarkan penyembuhan kepada obat-obatan, dokter dan pengobatan alternative.
 Kedua: Mereka yang tidak meminta dijampi. Ini tidak bermaksud jampi-jampian itu dilarang karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri menjampi dan dijampi. Akan tetapi yang dimaksudkan ialah meminta jampi-jampian yang tidak diajar oleh Rasulullah.
Ini karena jampi-jampian secara umum memiliki kesalahan di dalamnya. Jika jampi-jampian itu berasal dari al-Qur’an, maka ia cenderung kepada penyalahgunaan ayat, jauh dari arti dan tafsiran yang sebenar.  Jika jampi-jampian itu berasal dari selain al-Qur’an, maka ia cenderung memiliki unsur syirik, khurafat atau pemujaan kepada jin. Justeru yang terbaik lagi selamat ialah jampi-jampian yang diajar oleh Rasulullah. Ia terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an, zikir dan doa yang rasulullah amalkan dan ajarkan.
 Ketiga: Mereka yang tidak mempercayai nasib baik atau buruk. Ini merujuk kepada kepercayaan khurafat dan syirik yang ada pada zaman Rasulullah hingga ke masa kini. Ada orang yang mempercayai benda-benda atau perbuatan tertentu bisa membawa tuah atau nasib yang baik (good luck) sementara benda-benda atau perbuatan lain bisa mengakibatkan sial atau nasib yang buruk (bad luck).
Baik atau buruk, selamat atau mudarat, semuanya ditentukan oleh qadar dan qadha Allah Subhanahu waTa’ala. Justru siapa yang memiliki keyakinan yang bersih dari sembarang kepercayaan nasib baik dan buruk, dia akan dapat memasuki syurga – dengan kehendak Allah – tanpa hisab dan azab.
 Keempat: Mereka yang bertawakkal kepada Allah Subhanahu waTa’ala. Ini sebagaimana yang telah diterangkan dalam soalan: “Di manakah peranan tawakkal dalam sebab-musabab dan apa kaitan tawakkal dengan taqdir?”
Kesudahannya, hadits di atas tidak mengetepikan usaha. Ia sebenarnya menerangkan keutamaan orang yang mengusahakan sebab lalu menyandarkan musabab kepada Allah, memastikan sebab-sebab yang diusahakan adalah benar lagi selamat dari sudut syari’at Islam dan ilmu pengetahuan, menjauhi keyakinan khurafat dan syirik serta bertawakkal kepada Allah. Tidak banyak orang yang dalam kehidupan sehari-hariannya dapat menghimpun empat sifat yang mulia ini. Atas dasar inilah mereka yang berhasil menghimpunkannya berada di hadapan seluruh umat Islam pada Hari Akhirat nanti dan – dengan kehendak Allah – dapat memasuki syurga tanpa hisab dan azab.
****
(1)Sahih: Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya, hadits no: 6059 (Kitab al-Riqaq, Bab tujuh puluh ribu orang yang masuk syurga tanpa hisab).
[2] Ringkasan dari penjelasan Ibn al-Qayyim rahimahullah dalam Zad al-Ma’ad fi Hadyi Khair al-‘Ibad (edisi terjemahan dan terbitan Griya Ilmu atas judul Zadul Ma’ad: Bekal Perjalanan Ke Akhirat; Griya Ilmu, Jakarta, 2010), jld. 5, ms. 71-73.

Jun 23, 2014

KONSENTRASI LARUTAN



    Konsentrasi merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat terlarut dan pelarut.
Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, di antaranya:

1.    FRAKSI MOL
Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu komponen dengan jumlah mol seluruh komponen yang terdapat dalam larutan.
Fraksi mol dilambangkan dengan X.

Contoh:
Suatu larutan terdiri dari 3 mol zat terlarut A den 7 mol zat terlarut B. maka:
XA = nA / (nA + nB) = 3 / (3 + 7) = 0.3
XB = nB /(nA + nB) = 7 / (3 + 7) = 0.7
* XA + XB = 1


2.   PERSEN BERAT
Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.
Contoh:
Larutan gula 5% dalam air, artinya: dalam 100 gram larutan terdapat :
- gula = 5/100 x 100 = 5 gram
- air = 100 - 5 = 95 gram


3.   MOLALITAS (m)
Molalitas menyatakan mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.

Contoh:
Hitunglah molalitas 4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 500 gram air !
 molalitas NaOH = (4/40) / 500 gram air = (0.1 x 2 mol) / 1000 gram air = 0,2 m 


4.   MOLARITAS (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Contoh:
Berapakah molaritas 9.8 gram H2SO4 (Mr= 98) dalam 250 ml larutan ?
- molaritas H2SO4 = (9.8/98) mol / 0.25 liter = (0.1 x 4) mol / liter = 0.4 M
 

5.    NORMALITAS (N)
Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+.
Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-.
Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan :
N =
M x valensi

Jun 17, 2014

BERAMAL



Sudahkah ditentukan apakah saya akan masuk syurga atau neraka? Jika sudah ditentukan, apa manfaat saya beramal ibadah untuk mendapatkan balasan syurga?

Allah Subhanahu waTa’ala sebagai Tuhan yang Maha Mengetahui sudah tentu mengetahui siapakah di antara hamba-Nya yang akan menjadi ahli syurga dan ahli neraka. Akan tetapi kita sebagai manusia tidak mengetahui apa yang diketahui oleh Allah. Maka dengan itu kita beramal ibadah agar layak memasuki syurga.

Ini umpama sebuah sekolah yang ingin memilih olahragawan untuk pertandingan olahraga antar sekolah. Murid-murid yang berminat diundang hadir dalam sesi latihan dan pemilihan yang akan berlangsung selama sebulan, dua minggu sekali. Murid-murid yang berminat menghadirkan diri pada sesi pertama. Di antara mereka ada yang giat, disiplin mengikuti arahan pelatih dan fokus kepada program latihan. Di antara mereka ada juga yang malas-malasan, mengabaikan arahan pelatih, merokok sembunyi-sembunyi dan fokus untuk menarik perhatian pelajar lain yang menonton. Sesi latihan dan pemilihan ini, tidak ada paksaan. Masing-masing hadir atas pilihan sendiri dan membawa diri mengikuti kehendak sendiri dengan harapan dapat mewakili sekolah.

Melihat usaha, disiplin dan fokus murid-murid tersebut, pelatih sekolah dengan mudah sudah dapat mengetahui siapakah di antara mereka yang akan terpilih mewakili sekolah. Sekalipun ia hanya dugaan pertama kali saat sesi pertama, ilmu dan pengalamannya sudah cukup untuk membuat dia mengenal siapakah yang akan mewakili sekolah.
Setelah sebulan, pertandingan olahraga di antara murid-murid yang hadir sejak sesi pertama diadakan. Ternyata, murid-murid yang diduga pelatih sejak sesi pertama mendapat tempat pertama, kedua dan ketiga sehingga layak mewakili sekolah.
Maha Suci Allah dari sembarang perumpamaan dengan makhluk-Nya. Pelatih tersebut umpama Allah yang mengetahui sejak azali sementara murid-murid tersebut umpama manusia yang berusaha mengikuti pilihan masing-masing. Sejak awal Allah sudah mengetahui siapakah yang layak memasuki syurga sementara manusia tidak tahu. Maka setiap orang beramal dengan harapan akan memasuki syurga. Ini sekadar perumpamaan. Tentu saja ilmu Allah serta taqdir-Nya jauh lebih hebat dan sempurna.

Terhadap persoalan ini terdapat sebuah hadis di mana ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu anh menerangkan:
 Kami menghadiri satu pemakaman di perkuburan al-Gharqad. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam datang kepada kami dan duduk, lalu kami turut duduk di sekitar baginda. Bersama baginda terdapat sebatang kayu. Baginda menundukkan kepala dan mulai mencakar tanah dengan kayu itu lalu bersabda:
“Tidak ada seorang jua dari kalangan kalian, tidak juga dari kalangan jiwa yang bernafas kecuali Allah telah menulis tempat duduknya apakah syurga atau neraka dan Allah telah menulis kesengsaraan atau kebahagiaannya.”
‘Ali berkata, seseorang bertanya: “Wahai Rasulullah! Tidakkah dengan itu kami berserah ke atas apa yang ditetapkan ke atas kami dan meninggalkan amalan kami?”
Rasulullah menjawab: “Siapa yang tergolong dari kalangan orang yang bahagia maka akan didorong ke arah amalan orang yang bahagia sementara siapa yang tergolong dari kalangan orang yang sengsara maka akan didorong ke arah amalan orang yang sengsara.”
Baginda meneruskan: “Beramallah! Maka setiap individu akan dipermudahkan. Adapun orang yang bahagia maka akan dipermudahkan baginya amalan orang yang bahagia. Adapun orang yang sengsara maka akan dipermudahkan baginya amalan orang yang sengsara.”

Kemudian baginda membaca ayat: “Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar (1)

Berdasarkan hadits di atas, Allah Subhanahu waTa’ala telah menulis cara hidup seseorang apakah bahagia atau sengsara dan destinasi akhir apakah syurga atau neraka. Penulisan ini merupakan salah satu dari asas-asas qadar dan qadha, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah menerangkan:
 Allah menulis segala taqdir makluk-makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum Allah mencipta langit dan bumi. (Rasulullah juga menerangkan) Dan Arasy berada di atas air. (2)
Adapun kita sebagai manusia, kita tidak tahu apa yang Allah tuliskan berkenaan dengan kita. Maka tanggungjawab kita ialah tetap beramal sebagaimana perintah Rasulullah: “Beramallah!”

Siapa yang memilih amal ma’aruf, maka dia akan mendapati pelbagai ruang untuk menambah amal ma’aruf dan menemui orang-orang lain yang turut memilih amal ma’aruf. Orang yang memilih untuk bersedekah umpamanya, akan mendapati banyak peluang untuk terus bersedekah dan berkenalan serta bersahabat dengan orang yang suka bersedekah dengan hartanya. Kehidupannya bahagia karena dia tidak menjadikan harta sebagai tuhannya.

Sebaliknya siapa yang memilih kerja mungkar, maka dia akan mendapati pelbagai ruang untuk menambah kerja mungkar dan menemui orang-orang lain yang turut memilih kerja mungkar. Orang yang memilih untuk minum arak umpamanya, akan mendapati banyak kelab malam untuk terus minum arak dan berkenalan serta bersahabat dengan orang yang suka minum arak. Kehidupannya sengsara karena minuman keras menjadikan dirinya kerap mabuk, dibuang kerja dan ditinggalkan ahli keluarga.

Hakikat Allah sudah mengetahui dan menulis kebahagiaan dan kesengsaraan, syurga dan neraka bagi setiap individu bukanlah alasan untuk berserah kepada taqdir dan meninggalkan amalan. Perkara ini sudah ditanya lebih 1400 tahun yang lalu: “Wahai Rasulullah! Tidakkah dengan itu kita berserah ke atas apa yang ditetapkan ke atas kami dan meninggalkan amalan kami?” dan Rasulullah menjawab: “Beramallah! Maka setiap individu akan dipermudahkan.” Artinya, beramallah dan setiap individu dimudahkan ke amalan yang menjadi pilihannya.
***
(1)Sahih: Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahihnya, hadis no: 4786 (Kitab al-Qadar, Bab penciptaan bayi dalam rahim ibu…). Ayat al-Qur’an yang dibacakan ialah al-Lail 92:4-10.
(2)Sahih: Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahihnya, hadis no: 4797 (Kitab al-Qadar, Bab Musa dan Adam berhujah)

Jun 12, 2014

Larutan Elektrolit & Non Elektrolit



LARUTAN
LARUTAN adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.
Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut.
 
Berdasarkan daya hantar listriknya (daya ionisasinya), larutan dibedakan dalam dua macam, yaitu larutan elektrolit dan larutan non elektrolit.


Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.
Larutan ini dibedakan atas :

1.  ELEKTROLIT KUAT
     Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air), seluruhnya berubah menjadi ion-ion ( = 1).

     Yang tergolong elektrolit kuat:
a.     1. Asam-asam kuat, seperti : HCl, HCl03, H2SO4, HNO3 dan lain-lain.
b.    2.  Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali tanah, seperti: NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2 dan lain-lain.
c.    3.  Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al2(SO4)3 dan lain-lain.
 
 2. ELEKTROLIT LEMAH

Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah dengan harga derajat ionisasi sebesar: O < alpha < 1.

Yang tergolong elektrolit lemah:
a.  Asam-asam lemah, seperti : CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S dan lain-lain
b. Basa-basa lemah seperti : NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain
c. Garam-garam yang sukar larut, seperti : AgCl, CaCrO4, PbI2 dan lain-lain



Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik, karena zat terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion (tidak mengion).

Tergolong ke dalam jenis ini misalnya:

  - Larutan urea
  - Larutan sukrosa
  - Larutan glukosa
  - Larutan alkohol dan lain-lain


Kesimpulan: