Feb 27, 2014

BIOLUMINESCEN--JAMUR BERPENDAR



Pada abad ke-21 ini trend 'glow-in-the-dark' menyebar di banyak segment. Mulai dari bintang-bintang plastik di langit-langit kamar yang bersinar di malam hari untuk meniru rasi bintang dan menyisipkan gen ke dalam zebrafish untuk membuat mereka berkilau di dalam aquarium. Dari cat kuku dan tongkat berpendar bahkan sekarang anak anjing, kita sangat tertarik dengan kemampuan untuk memanipulasi obyek yang tadinya tak terlihat dalam gelap. Namun jauh sebelum kita menciptakan benda glow-in-the-dark, beberapa jamur berevolusi untuk menggunakan karakteristik yang kita inginkan ini.
Fenomena alami ini disebut bioluminescence dan terbatas pada sekelompok kecil spesies. Sementara kebanyakan jamur tidak memiliki kemampuan ini,  diketahui sekitar 71 species jamur bercahaya yang terkandung dalam tiga kelompokthe Omphalotus, Armillaria, dan garis keturunan Mycenoid. Derajat intensitas cahaya mereka berbeda, sedangkan banyak spesies Australia sangat bercahaya, spesies Amerika Utara cenderung memancarkan  sedikit cahaya dan membutuhkan penyesuaian gelap sebelum mereka dapat dilihat. Laporan jamur–jamur ini pada  Pliny Elder dalam abad pertama, yang menggambarkan luminescent  jamur putih—pembusukan kayu di Perancis. Bahkan sebelumnya, Aristoteles telah mengomentari kayu busuk bercahaya, sekarang dikenal sebagai produk dari luminescent miselium, subjek yang terus menjadi salah satu misteri besar di seluruh sejarah Eropa. Pada  tahun 1555, Magnus Olaus (Swedia) menerbitkan Compendious History of the Goths, Swedes, and Vandals and Other Northern Nations, yang menyebutkan banyak jamur luminescent seperti "Agarick" dan hubungannya dengan pembusukan kayu, ia juga menggambarkan penggunaan praktis dari miselium (sering disebut "Foxfire" atau "Faerie fire") oleh orang Skandinavia selama malam musim dingin yang panjang. Penggunaan praktis jamur ini diperluas ke area lain. Pada akhir abad ke-17 di Herbarium Amboiense, dokter Belanda GE Rumph berkomentar tentang bagaimana penduduk pribumi Indonesia menggunakan jamur bioluminesen sebagai senter. Dan bahkan pada abad ke-20 Mikronesia, jamur ini khusus dimasukkan ke dalam ritual perang untuk tutup kepala dan cat wajah.
Berbagai organisme lain juga bioluminesce. Yang paling terkenal kunang-kunang, yang memancarkan kilatan cahaya yang dihasilkan oleh pigmen oxyluciferin. Sejumlah penelitian telah mengungkapkan tindakan kelap kelip mereka sebagai bentuk komunikasi antara individu dan sangat penting dalam pemilihan pasangan. Larva kunang-kunang yang bercahaya-mungkin dalam rangka untuk mencegah pemangsa. kunang-kunang femme fatale Photurus menggunakan cahayanya untuk menarik dan mengkonsumsi kunang-kunang jantan dari lainnya species. Serangga fluorescent lain adalah nyamuk jamur (yang kemampuannya cahaya tidak berhubungan dengan jamur di mana mereka tinggal). Lalat ini menggunakan bioluminesce terutama untuk menarik mangsa ke jaring mereka, meskipun penggunaan lainnya meliputi menghalangi predator, menampilkan kekuatan larva ke larva tetangga yang agresif, dan menemukan pasangan.
Sejumlah hewan laut bersimbiosis dengan bakteri berfluorescent untuk mencari mangsa. Ikan senter laut dalam dan anglerfish perempuan menggunakan cahaya ini untuk menarik mangsa di kegelapan laut dalam. hiu Cookiecutter menggunakan luminescent mereka dengan cara yang berlawanan, pancaran biru-hijauberkamuflase dengan laut sekitarnya sehingga  terlihat kecil. Ikan predator lain, seperti tuna, melihat hiu menjadi jauh lebih kecil daripada yang sebenarnya, dan ketika ikan-ikan lain mendekati 'mangsa' mereka, hiu ini menyerang (dan kemudian mengkonsumsi) predatornya.
Sebagai perbandingan, bioluminescence dalam jamur sering diasumsikan berperan dalam penyebaran spora dan meningkatkan kelangsungan hidup. Tidak seperti beberapa spesies laut , fluoresensi dalam jamur diproduksi tanpa endosimbiosis. Salah satu efek dasar cahaya jamur, seperti yang ditunjukkan oleh Sivinskif, adalah kemampuannya yang lebih berhasil memikat arthropoda, khususnya Collembola dan Diptera. Serangga ini dapat membantu dalam penyebaran spora, sebanyak yang bau stinkhorns lakukan. Pada malam hari serangga akan terpikat  pada bioluminescent jamur dan itu memberikan keuntungan setengah hari dibandingkan dengan yang tidakberpendar, asumsinya serangga akan makan atau membawa spora dan menjatuhkannya ditempat lain. Selain itu mungkin untuk meningkatkankan toksisitas mereka pada malam hari. Pendaran mungkin juga untuk menarik karnivora untuk memakan serangga yang ada di jamur. Dengan asumsi bahawa jika lebih banyak karivora yang tertarik daripada serangga sehingga predator jamur bisa menurun. Tapi tidak semua hipotesis  berpusat pada hubungan jamur dengan lainnya organisme. Semua jamur berpendar dikenal adalah pembusuk kayu yang dapat mencerna lignin, sebuah molekul sangat besar danrumit yang membantu mengikat serat selulosa kayu bersama-sama. Ide  lainnya adalah bahwa bioluminescence adalah produk samping degradasi lignin: Reaksi yang menyebabkan produksi cahaya dapat menghasilkan antioksidan untuk melindungi jamur dari racun peroksida yang dilepaskan selama  proses pencernaan lignin.

Ketika pergi ke hutan di malam hari tanpa senter—jika memperhatikan lebih dekat, mungkin bisa menemukan jamur berluminescen.