Dec 29, 2013

Keunikan-Keunikan Bahasa Arab (4)



Bag (4)

>> lebih mudah dihapalkan

Ini karena adanya “wazan” atau cetakan/pola kata yang sudah kami jelaskan sebelumnya. Dengan adanya cetakan kata tersebut lidah dan lisan kita akan terbiasa mengucapkannya. Dan sesuatu yang sudah terbiasa kita ucapkan maka akan lebih mudah dihapalkan
Selain itu, bahasa Arab seakan-akan tiap kata bisa disambung bacaannya. Jadi seakan-akan beberapa kata tersebut kita sambung terus, sebagaimana kita membaca Al-Quran. Ini karena struktur bahasa arab yang mendukung seperti adanya [ال] “alif lam”, dan ada kaidah penyambungan tiap kata.
Mungkin bisa kita buktikan, jika kita menghapal Al-Quran tiap kata kita putus-putus cara bacaannya, maka kita agak kesusahan. Berbeda jika kita menyambung tiap kata maka akan memudahkan, contohnya Basmalah,
Jika kita hapal [ب – اسم – الله – الرحمان – الرحيم] “bi – ismi – Allahi – Ar-Rahmani- Ar-Rahimi”
Maka kita akan agak kesusahan, tetapi jika kita sambung, maka akan memudahkan sebagaimana kita membaca basmalah.
Terbukti bahwa orang-orang Arab sekalipun Arab badui [kampung] hapalannya kuat dan mampu menghapal beribu-ribu bait syair. Mampu menceritakan banyak cerita sejarah hanya berdasarkan hapalan, sehingga dahulu tulis-menulis dikalangan mereka kurang berkembang, karena jika mudah dihapal maka tidak perlu ditulis. Ditambah lagi mereka dianugrahkan kekuatan hapalan.
Bukti lainnya, banyak orang yang tidak mengenal dasar bahasa Arab sekalipun tetapi mampu menghapal 30 juz Al-Quran dengan hapalan yang kokoh dan tanpa cacat tiap kata bahkan huruf.

>>memiliki gaya bahasa yang membuat tidak bosan membaca dan mendengarnya

Jika kita mendengar atau membaca perkataan atau suara lainya, maka kita akan bisa bosan. Akan tetapi Al-Quran yang menggunakan bahasa Arab, maka kita tidak akan pernah bosan membacanya dan mendengarnya.
Kita ambil contoh surat Al-Fatihah, telah dibaca orang berkali-kali tak terhitung baik di dalam shalat atau di luar shalat, dan belum pernah ada orang yang merasa jemu, bosan atau terusik ketika diperdengarkan. Yang mereka dapatkan bahwa bacaan Al-Qur’an itu terasa sejuk di hati, indah dan menghanyutkan. Itu baru pendengar yang tidak tahu bahasa Arab. Bagaimana lagi yang mengerti bahasa arab tentu lebih menyentuh.
Kemudian salah satu yang membuat kita tidak bosan contohnya adalah variasi dhamir/ kata ganti dan pergesaran penggunaannya dalam satu konteks kalimat dalam bahasa Arab. Maka kadang kita jumpai bahwa Allah Ta’ala menggunakan kata “Aku” dan kadang “Kami”.
[pembahasan yang lengkap silahkan lihat kitab Ushuul fii tafsiir karya syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin bab Dhamir, Al-Idzhar fii maudi’il idhmar, dan Al-Iltifat]

Faidah mengenai dhamir/kata ganti diatas:
-kamu untuk satu orang bahasa Arabnya [أنت] “anta”
Sedangkan, Kalian [banyak orang] bahasa Arabnya [أنتم] “antum”
Tetapi sering kita memanggil satu orang dengan[أنتم] “antum”, faidahnya yaitu ini menunjukkan penghormatan terhadap lawan bicara
-Allah kadang menyebut dirinya dengan menggunakan bentuk jamak yaitu “Kami”, maka ini menunjukkan kebesaran dan kesombongan Allah, maka ini adalah hak Allah. Faidah ini sekaligus menjawab syubhat orang Nasrani yang mengatakan bahwa tuhan itu tiga sehingga Allah menngunakan “Kami” ketika berbicara.

>>Bahasa yang paling sesuai dengan logika manusia

misalnya kalimat,
[أنا مسرور بمقابلتك] “ana masruurun bimuqobalatik”
Artinya: “saya disenangkan [senang] bertemu denganmu”
maka bahasa Arab menggunakan “masruurun”, dalam bentuk maf’ul (objek penderita),  bukan “saarrun” (fa’il/pelaku) karena ada sesuatu yang membuatnya senang yaitu bertemu, tidak mungkin ia senang jika tidak ada yang menbuatnya senang.
bandingkan dengan bahasa indonesia, “saya merasa senang”
dan bandingkan pula dengan kalimat,
[أنا قادم] “ana qoodimun” (saya datang) menggunakan bentuk fa’il (pelaku) karena memang ia melakukannya.

>>Tulisan bahasa arab aslinya tidak ada titik dan harakatnya

Jika tulisan bahasa arab tidak ada harakatnya maka ini biasa karena sering kita jumpai dengan apa yang disebut oleh orang kitab gundul. Orang yang sudah belajar kaidah bahasa Arab bisa membacanya. Akan tetapi bagaimana jika tidak ada titiknya? Tentu kita akan agak kesusahan, karena bagaimana membedakan huruf [ب] “ba”, [ت] “ta”, [ث] “tsa” dan [ن] “nun”? atau huruf [ج] “Ja”, [ح] “ha” dan [خ] “kha”?
Berikut kutipan dari  mukaddimah Al-Quran terjemah maknawi  Mushaf Indonesia oleh Yayasan Penyelenggara penterjemah/Pentafsir  Al-Quran yang ditunjuk oleh Menteri Agama dengan selaku ketua Prof.R.H.A Soenarjo S.H,
Sebagaimana diterangkan di atas, Alquran mula-mula ditulis tanpa titik dan baris. Namun demikian hal ini tidak mempengaruhi pembacaan Alquran , karena para sahabat dan para tabiin adalah orang-orang yang fasih dalam bahasa Arab. Oleh sebab itu mereka dapat membacanya dengan baik dan tepat. Akan tetapi setelah ajaran agama Islam tersiar dan banyak bangsa yang bukan bangsa Arab memeluk agama Islam, sulitlah bagi mereka membaca Alquran tanpa titik dan baris itu.
Apabila keadaan demikian dibiarkan, dikhawatirkan bahwa hal ini akan menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam pembacaan Alquran.
Maka Abu Aswad Ad-Duwali mengambil inisiatif untuk memberi tanda-tanda dalam Alquran dengan tinta yang berlainan warnanya dengan tulisan Alquran. Tanda-tanda itu adalah titik diatas untuk fathah, titik di bawah untuk kasrah, titik di sebelah kiri atas untuk dhammah, dan dua titik untuk tanwin, hal ini terjadi pada masa Muawiyah.
Kemudian di masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M), Nashir bin Ashim dan Yahya bin Ya’mar menambahkan tanda-tanda untuk huruf-huruf yang bertitik dengan tinta yang sama dengan tulisan Alquran. Itu adalah untuk membedakan antara maksud dari titik Abul Aswad ad Duali dengan titik yang baru ini. Titik Abul Aswad adalah untuk tanda baca dan titik Nashir bin Ashim adalah titik huruf. Cara penulisan seperti ini tetap berlaku pada masa bani Umayyah, dan pada permulaan Abbasiyah, bahkan tetap dipakai pula di Spanyol sampai pertengahan abad ke 4 H. Kemudian ternyata cara pemberian tanda seperti ini menimbulkan kesulitan bagi para pembaca Alquran, karena terlalu banyak titik, sedang titik itu lama-kelamaan hampir menjadi serupa warnanya.
Maka Al-Khalil mengambil inisiatif, untuk membuat tanda-tanda yang baru, yaitu huruf waw kecil ( و) di atas untuk tanda dhammah, huruf alif kecil (ا ) untuk tanda fathah, huruf ya kecil (ى) untuk tanda kasrah, kepala huruf syin ( ّ ) untuk tanda syaddah, kepala ha ( ه ) untuk sukun dan kepala ‘ain (ع) untuk hamzah.
Kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong dan ditambah sehingga menjadi bentuk yang ada sekarang ini.” [mukaddimah Al-Quran Terjemah maknawi hal. 111]
Bagi para sahabat dan para tabi’in adalah orang-orang yang fasih dalam bahasa Arab mereka tentu tidak kesulitan jika tidak ada titik dan harakat, sebagaimana kita orang Indonesia bisa membaca SMS singkat tanpa konsonan vokal contohnya,
“sy k sn sbntr lg, km tlg tgu d sn y”
Tentu kita orang Indonesia bisa membacanya yaitu,
“saya ke sana sebentar lagi, kamu tolong tunggu di sana ya”

>>Bahasa arab ternyata punya mazhab juga

Sebagaimana fiqh, bahasa Arab juga ada dua mazhab yaitu mazhab Kufiyah dan Bashriyah, karena bahasa Arab berkembang di dua kota besar Kufah dan Bashroh. [lihat Qowa’idul asasiyah lillughotil arobiyah hal. 6]
Oleh karena itu kita dapati ada perbedaan pendapat dalam menentukan i‘rab/kedudukan kata. Perbedaan ini semakin menambah khazanah bahasa Arab dan membuatnya saling melengkapi.
Contohnya di Indonesia kita sering mendengar istilah [أسماء الخمسة] “asma’ul khamsah”, sedangkan dalam mazhab lain dikenal dengan istilah [أسماء الستة] “asma’us sittah”.
Begitu juga dengan perbedaan qiraatnya yang dikenal dengan “qiraat sab’ah” yaitu tujuh qiraat yang mutawatir [banyak perawinya]. Dan totalnya ada 14 qiraat. Ini juga semakin menambah khazanah bahasa Arab.

>>Jika huruf [ج] “jim” dan [ن] “nun” bertemu

Sesuatu yang unik dalam bahasa Arab adalah jika kedua huruf ini bertemu maka artinya tidak jauh dari:
- tersembunyi
- terlindungi
- tertutupi
Kita lihat contoh,
-[جنين] “janin”: yaitu janin dalam kandungan, maka ia sesatu yang tertutup dan terlindungi
-[جن] “jin” : yaitu sejenis makhluk halus, maka ia tersembunyi dan tertutupi
-[جنة] “junnah”: tutup tabir/ perisai, maka ia untuk menutupi
-[جنة]”jannah” : surga/kebun, karena ia tertutupi dan terlindungi oleh pohon-pohon yang rindang
-[جنون] “junuun” : gila, karena akalnya tertutupi
-[جنن] “janan” : kubur, kuburan pasti tertutup
-[جنان] “janaan” : malam atau gelapnya malam, malam juga tertutupi dengan gelapnya

>>Ada beberapa kata yang bentuknya hampir sama, artinya juga hampir sama

Hanya berbeda satu huruf saja atau hurufnya sama hanya berubah posisi, artinya juga tidak terlalu beda jauh. Contohnya,
-[الحمد] “al-hamdu” dan [المدح] “al-madhu”
Keduanya sama hurufnya tapi berbeda letaknya, artinya sama yaitu memuji.
Akan tetapi ada perbedaan yaitu,
[الحمد] “al-hamdu”:
  1. Hanya diberikan kepada perbuatan baik seseorang atau pada sifat-sifat mulia
  2. Hanya diberikan kepada yang hidup dan berakal
  3. Pengucapan pujiannya mengandung mahabah
Sedangkan [المدح] “al-madhu”:
  1. Boleh diberikan kepada seseorang yang telah berbuat baik atau tidak atau seseorang yang jelek akhlaknya
  2. Umum, boleh diberikan kepada sesuatu yang mati dan tidak berakal
  3. Tidak mengandung mahabah
Oleh karena itu Allah menggunakan [الحمد] “al-hamdu”  dalam [الحمد لله رب العالمين] “alhamdulillahi rabbil ‘alamin”.
Oleh karena itu [المداحينن] “al-mudaahiin” dalam bahasa Indonesia bisa diartikan penjilat, karena mereka memuji seseorang tanpa memandang apakah orang itu telah berbuat kebaikan atau tidak, atau memang pantas dipuji karena memiliki sifat-sifat yang mulia atau tidak dan mereka memujinya tanpa ada rasa mahabah.
Contoh lainnya,
-[نجح] “najaha” dan [نجا] “najaa”
Hanya Berbeda satu huruf yang hampir sama bunyinya
[نجح] “najaha”artinya: sukses, berhasil, lulus
[نجا] “najaa” artinya: selamat, lolos, lepas dari bahaya

Urgensi belajar bahasa Arab

masih banyak lagi keunikan-keunikan bahasa Arab yang jika kita bahas agak menyusahkan dan membingungkan bagi mereka yang belum menguasai dasar-dasar bahasa Arab. misalnya yang dibahas dalam ilmu balaghah bahasa Arab seperti,
-mendahulukan maf’ul bih/ objek menunjukan pembatasan, seperti dalam, “iyyaka na’budu”
Maka pembatasan hanya kepada Allah saja kita menyembah.
-pengulangan isim nakirah berarti berbeda dengan sebelumnya dan pengulangan isim ma’rifah berarti sama dengan sebelumnya. Contohnya dalam pengulangan ayat,
“inna ma’al ‘usri yusro wa inna ma’al ‘usri yusro”.
 “al-‘usri”/kesulitan adalah isim ma’rifah jadi sama dengan sebelumnya, sedangkan “yusro”/kemudahan adalah isim nakirah yang artinya berbeda dengan sebelumnya [artinya ada kemudahan yang lain]. Sehingga dikenal ungkapan, satu kesulitan dua kemudahan.
-penghapusan ma’ful bih/ objek menunjukan keumuman
Sehingga tidak boleh mengatakan “jazaakallahu” saja, karena ma’ful bih/ objek tidak ada, maka berlaku umum, bisa balasan yang baik atau balasan yang buruk. Jadi sebaiknya dilengkapi menjadi “jazaakallahu khoiron”
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ
“Dan jikalau Kami jadikan al-Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan, “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?… [Fushshilat: 44]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menafsirkan,
وأنه لو جعله قرآنا أعجميًا، بلغة غير العرب، لاعترض، المكذبون وقالوا: {لَوْلا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ} أي: هلا بينت آياته
 “Seandainya Allah menjadikan Al-Qur’an dengan bahasa selain bahasa Arab, maka sungguh akan tertolak/terhalangi dan didustakan, mereka [orang-orang tidak beriman] akan berkata “mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?”. [Taisir Karimir Rahmah hal 717, Daru Ibnu Hazm, Beirut, cetakan pertama, 1424 H]

sebelumnya

No comments:

Post a Comment