A.APRA
Peristiwa kudeta Angkatan Perang Ratu
Adil adalah Pemberontakan yang terjadi pada tanggal 23
Januari 1950 di Kota Bandung. Peristiwa pemberontakan ini dipimpin oleh
Kapten KNIL yang bernama Kapten Raymond Westerling, dengan maksud untuk
mempertahankan bentuk negera federal di indonesia dan mempunyai tentara yang
berdiri sendiri pada negara – negara bagian Republik Indonesia Serikat ini.
Asal usul dari gerakan ini awalnya didasari dengan adanya
kapercayaan rakyat terhadap ramalan jayabaya yang mengatakan bahwa akan adanya
seorang Ratu Adil yang yang akan membawa mereka ke dalam suasana yang
aman dan tentram serta dapat mempimpin secara adil dan bijaksana.
Pada hari Kamis tanggal 5 Januari 1950,
Westerling mengirim surat kepada pemerintah RIS
yang isinya adalah suatu ultimatum. Ia menuntut agar Pemerintah RIS menghargai
negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah
RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif dalm waktu 7
hari dan apabila ditolak, maka akan timbul perang besar.
Ultimatum Westerling ini tentu
menimbulkan kegelisahan tidak saja di kalangan RIS, namun juga di pihak Belanda
dan dr. H.M. Hirschfeld (kelahiran Jerman), Nederlandse Hoge Commissaris
(Komisaris Tinggi Belanda) yang baru tiba di Indonesia.
pada 23 Januari 1950, Westerling melancarkan
kudetanya. Subuh pukul 4.30, Letnan Kolonel KNIL T.
Cassa menelepon Jenderal
Engles dan melaporkan: "Satu pasukan kuat APRA
bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung."
Westerling dan anak buahnya menembak
mati setiap anggota TNI yang mereka temukan di jalan. 94(800)
anggota TNI tewas dalam pembantaian tersebut, termasuk Letnan Kolonel Lembong, sedangkan di pihak APRA, tak ada korban seorang pun.
Setelah puas melakukan pembantaian di
Bandung, Westerling pergi mengunjungi Sultan Hamid II (Menteri Negara pada
Kabinet RIS), dari pembicaraan tersebut, muncul rencana untuk menculik
Hamengkubuwono IX(Mntri Prthanan Keamanan), Sekjen Pertahanan Mr. Ali Budiarjo,
dan kolonel Simpatupang(pejabat staf angkatan perang).
Operasi penumpasan dan pengejaran
terhadap gerombolan APRA yang sedang melakukan gerakan mundur segera dilakukan
oleh TNI. Dalam suatu pertempuran di daerah Pacet pada
tanggal 24 Januari 1950, pasukan TANI berhasil menghancurkan sisa gerombolan
APRA.
Di kota Bandung juga ditiadakan pembersihan dan penahanan terhadap mereka yang terlibat, termasuk beberapa orang tokoh Negara Pasundan. Setelah melarikan diri dari Bandung, Westerling masih melanjutkan petualangannya di Jakarta. la merencanakan suatu gerakan untuk menangkap semua Menteri RIS yang sedang menghadiri sidang kabinet, dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T.B. Simatupang. Gerakan terse-but dapat digagalkan dan kemudian diketahui bahwa otaknya adalah Sultan Hamid II, yang juga menjadi anggota Kabinet RIS sebagai Menteri tanpa portofolio. Sultan Hamid II dapat segera ditangkap, sedangkan Westerling sempat melarikan diri ke lu¬ar negeri dengan menumpang pesawat Catalina milik Angkatan Laut Belanda.
Di kota Bandung juga ditiadakan pembersihan dan penahanan terhadap mereka yang terlibat, termasuk beberapa orang tokoh Negara Pasundan. Setelah melarikan diri dari Bandung, Westerling masih melanjutkan petualangannya di Jakarta. la merencanakan suatu gerakan untuk menangkap semua Menteri RIS yang sedang menghadiri sidang kabinet, dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T.B. Simatupang. Gerakan terse-but dapat digagalkan dan kemudian diketahui bahwa otaknya adalah Sultan Hamid II, yang juga menjadi anggota Kabinet RIS sebagai Menteri tanpa portofolio. Sultan Hamid II dapat segera ditangkap, sedangkan Westerling sempat melarikan diri ke lu¬ar negeri dengan menumpang pesawat Catalina milik Angkatan Laut Belanda.
B.ANDI AZIZ
Andi Aziz merupakan seorang
mantan perwira KNIL. Pada tanggal 30 Maret 1950, ia bersama dengan pasukan KNIL
di bawah komandonya menggabungkan diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan Kolonel
Ahmad Junus Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur.
Pemberontakan
dibawah pimpinan Andi Aziz ini terjadi di Makassar diawali dengan adanya
kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi
karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti-federal, mereka
mendesak NIT segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu terjadi
demonstrasi dari golongan yang mendukung terbentuknya Negara federal. Keadaan
ini menyebabkan muncul kekacauan dan ketegangan di masyarakat.
Untuk
menjaga keamanan maka pada tanggal 5 April 1950, pemerintah mengirimkan 1
batalion TNI dari Jawa. Kedatangan pasukan tersebut dipandang mengancam
kedudukan kelompok masyarakat pro-federal. Selanjutnya kelompok pro-federal ini
bergabung dan membentuk “Pasukan Bebas” di bawah pimpinan Kapten Andi Aziz. Ia
menganggap masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya.
Pada 5
April 1950, pasukan Andi Aziz menyerang markas TNI di Makassar dan berhasil
menguasainya bahkan Letkol Mokoginta berhasil ditawan. Bahkan Ir.P.D. Diapari
(Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan tindakan Andi
Aziz dan diganti Ir. Putuhena yang pro-RI. Tanggal 21 April 1950, Wali Negara
NIT, Sukawati mengumumkan bahwa NIT bersedia bergabung dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Untuk
mengatasi pemberontakan tersebut pemerintah pada tanggal 8 April 1950
mengeluarkan perintah bahwa dalam waktu 4 x 24 Jam Andi Aziz harus melaporkan
diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepada pasukan yang
terlibat pemberontakan diperintahkan untuk menyerahkan diri dan semua tawanan
dilepaskan. Pada saat yang sama dikirim pasukan untuk melakukan operasi militer
di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang.
Pada
tanggal 15 April 1950 Andi Aziz berangkat ke Jakarta
setelah didesak oleh Presiden NIT, Sukawati. Tetapi Andi Aziz terlambat melapor
sehingga ia ditangkap dan diadili sedangkan pasukan yang dipimpin oleh Mayor H.
V Worang terus melakukan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada 21 April 1950
pasukan ini berhasil menduduki Makassar tanpa perlawanan dari pasukan
pemberontak.
Tanggal
26 April 1950, pasukan ekspedisi yang dipimpin A.E. Kawilarang mendarat di
Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan tidak berlangsung
lama karena keberadaan pasukan KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan
APRIS keluar dari Makassar. Mereka melakukan provokasi dan memancing bentrokan
dengan pasukan APRIS.
Pertempuran
antara APRIS dengan KL-KNIL terjadi pada 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada
waktu itu berada dalam suasana peperangan. APRIS berhasil memukul mundur
pasukan lawan. Pasukan APRIS melakukan pengepungan terhadap tangsi-tangsi KNIL.
8
Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa
kedudukannya sudah sangat kritis.Perundingan dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang
dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari KL-KNIL. Hasilnya kedua belah
pihak setuju untuk dihentikannya tembak menembak dan dalam waktu dua hari
pasukan KL-KNIL harus meninggalkan Makassar.
C.RMS
Republik Maluku Selatan atau RMS adalah sebuah republik di Kepulauan Maluku yang didirikan tanggal 25 April 1950.
Pulau-pulau terbesarnya adalah Seram, Ambon, dan Buru.[rujukan?] RMS di
Ambon dikalahkan oleh militer Indonesia pada November 1950, tetapi konflik di
Seram masih berlanjut sampai Desember 1963. Kekalahan di Ambon berujung pada
pengungsian pemerintah RMS ke Seram, kemudian mendirikan pemerintahan
dalam pengasingan di
Belanda pada tahun 1966. Ketika pemimpin pemberontak Dr. Chris Soumokil ditangkap militer Indonesia dan dieksekusi
tahun 1966, presiden dalam pengasingan dilantik di Belanda. Pemerintahan
terasing ini masih berdiri dan dipimpin oleh John
Wattilete, pengacara berusia 55 tahun,
yang dilantik pada April 2010.
Indonesia terdiri dari lebih
dari 17.000 pulau. Jajahan Belanda mencapai jumlah tersebut pada abad ke-19
dengan didirikannya Hindia
Belanda.
Perbatasan Indonesia saat ini terbentuk melalui ekspansi kolonial yang berakhir
pada abad ke-20. Pasca-pendudukan oleh Kekaisaran Jepang tahun 1945, para
pemimpin nasionalis di Pulau Jawa menyatakan kemerdekaan Indonesia. Tidak semua
wilayah dan suku di Indonesia yang langsung bergabung dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.[1] Pemberontakan pribumi pertama yang
terorganisasi muncul di Maluku Selatan dengan bantuan pemerintah dan militer
Belanda. Kontra-revolusioner Maluku Selatan awalnya bergantung pasa perjanjian
pascakolonial yang menjanjikan bentuk negara federal. Saat perjanjian yang
disepakati antara pemerintah Belanda dan Indonesia pada Desember 1949 ini
dianulir, mereka langsung memproklamasikan kemerdekaan Republik Maluku Selatan
pada April 1950 dengan harapan mendirikan negara sendiri. Para pemimpin Maluku
Selatan mendasarkan keputusan mereka pada perjanjian yang menjamin otonomi
untuk setiap negara dalam federasi.
No comments:
Post a Comment