Berikut satu contoh hadits yang nampak bertentangan karena
ia ditujukan kepada individu berbeda dalam suasana yang berbeda. Disertakan
dengan di antara contoh-contoh ini hadits yang lemah statusnya (dhaif)
sebagai latihan. Langkah yang harus ditempuhi ialah: [1] Sisihkan hadits-hadits
yang lemah, [2] Himpunkan hadits-hadits yang kuat dan [3] Cari satu kesefahaman
antara hadits-hadits yang telah dihimpun dalam langkah ke 2 di atas.
Hadits A:
Sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wasallam:
Janganlah kamu tulis (catat) apa-apa
dari aku. Dan sesiapa yang telah menulis (mencatat) dari aku selain al-Qur’an,
hendaklah dia menghapuskannya. Dan sampaikanlah (hadits) dari aku, tidak ada
kesalahan di dalam melakukan itu. Dan sesiapa yang berdusta terhadap aku dengan
sengaja, maka pasti dia mengambil tempat duduknya di dalam neraka. (1)
Hadits B:
Berkata Abu Sa‘id al-Khudri radiallahu
‘anhu:
Kami meminta izin kepada Nabi
sallallahu ‘alaihi wasallam untuk menulis tetapi beliau tidak mengizinkan kami. (2)
Hadits C:
Berkata Abu Hurairah radiallahu ‘anhu: Adalah kami
menulis apa yang kami dengar dari Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam. Maka disatu
hari beliau datang kepada kami dan berkata: Apakah tulisan-tulisan ini ? Maka
kami menjawab: Apa yang kami dengar dari engkau. Lalu beliau berkata: Tulisan
bersama kitab Allah (al-Qur’an) ? Kami menjawab: (Ya !) iaitu apa yang kami
dengar (dari engkau). Lalu bersabda Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam:
Tulislah kitab Allah (al-Qur’an) dan
jagalah ketulenan kitab Allah. Tulisan selain kitab Allah? Jagalah ketulenan
kitab Allah dan janganlah mencemari ia. (3)
Hadits D:
Diriwayatkan dari Muthalib bin Abdillah: Pernah Zaid
bin Thabit radiallahu ‘anhu melawat Mu‘awiyah, lalu Zaid bertanya kepada
Mu‘awiyah tentang suatu hadits. Maka Mu‘awiyah menyuruh pembantunya menuliskan hadits
tersebut. Melihat demikian berkata Zaid:
Sesungguhnya Rasulullah sallallahu
‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk tidak menulis apajua hadits
(perkataan) beliau. Maka kemudian dihapuskan tulisan hadits daripada Mu‘awiyah
tersebut.(4)
Hadits E:
Ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam mengambil
alih Kota Mekah (Fath-ul-Makkah), beliau telah berkhutbah kepada orang ramai.
Setelah selesainya khutbah tersebut, bangun seseorang yang berasal dari Yaman
bernama Abu Shah, dia berkata: Ya Rasulullah, tuliskanlah (khutbah ini)
untuk aku. Rasulullah menjawab: Tuliskanlah untuk Abu Shah. (5)
***
(1)Sahih: Hadits dari Abu Sa‘id al-Khudri
radiallahu ‘anhu, dikeluarkan oleh Ahmad, Muslim, al-Darimi dan lain-lain,
lihat Sahih Muslim – no: 3004. (Kitab Zuhud dan Raqa‘iq, Bab
Kedudukan hadits dan penulisannya).
(2)Sahih: Hadits dikeluarkan oleh al-Tirmizi,
al-Darimi dan Ibn ‘Abd al-Barr, dinilai sahih oleh Nasr al-Din al-Albani dalam Sahih
Sunan al-Tirmizi – no: 2665. (Kitab Ilmu, Bab Makruhnya menulis ilmu (hadits)
; juga dinilai sahih oleh Husain Salim Asad dalam Musnad al-Darimi – no:
465. Mustafa Azami dalam Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, ms 113
melemahkan hadits ini berdasarkan jalan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam
sepertimana yang dikeluarkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam Taqyid
al-Ilmi, ms 32. Namun hadits ini juga dikeluarkan oleh al-Tirmizi dan
al-Darimi dari jalan Zaid bin Aslam, tanpa melalui anaknya Abdurrahman yang memang
didhaifkan oleh sesetengah pengkritik perawi hadits.
[1] Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu,
dikeluarkan oleh Ahmad dalam al-Musnad – no: 11034. (Musnad Abu Sa‘id
al-Khudri, haddathana Ishaq bin ‘Isa) dari jalan Abdurrahman bin Zaid bin
Aslam dan beliau adalah perawi yang dilemahkan oleh mayoritas. Hamzah Ahmad
Zain menguatkan hadits ini ke taraf hasan karena maksudnya sejalan dengan
riwayat Abu Sa‘id al-Khudri yang dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab sahihnya
no: 3004 sebagaimana yang telah disalin di atas (Hadits A). Lihat juga Musnad
Ahmad – no: 11027.
[2] Dari ‘Abd Allah ibn ‘Umar radiallahu
‘anhuma, dikeluarkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath – no: 7514
dengan lafaz yang sedikit berbeda dari jalan Zaid bin Aslam tanpa anaknya
Abdurrahman, namun dalam sanad ini terdapat ‘Isa bin Maimun al-Madani dan
adalah beliau seorang yang dhaif. Lihat al-Kamil fi Dhu‘afa’ al-Rijal –
perawi no: 1388.
[3] Dari ‘Abd Allah bin Amru radiallahu
‘anhu, dikeluarkan oleh Ibn ‘Asakir dalam Tarikh al-Damsyq, jld 62, ms 44-45
dengan lafaz yang juga sedikit berbeda dari jalan selain Zaid bin Aslam, tetapi
tetap melalui ‘Isa bin Maimun
dan adalah beliau seorang yang dhaif.
Ketiga-tiga
jalan di atas adalah dhaif dan lafaznya juga sedikit berbeda antara satu sama lain. Tetapi
tetap mengandungi satu persamaan, yaitu pertanyaan Rasulullah sallallahu
‘alaihi wasallam kepada para sahabat yang sedang menulis hadits: “Tulisan
bersama Kitab Allah ?” diikuti peringatan untuk menjaga ketulenan Kitab
Allah, yaitu al-Qur‘anul Karim. Justru penulis menilai hadits ini hasan
li-ghairi atas dasar 2 jalan sanad di atas yang saling menguat antara satu sama
lain.
(4)Sanad Dhaif: Hadits
dikeluarkan oleh Abu Daud, sanadnya dhaif karena Muthalib tidak pernah bertemu
dengan Zaid. Lihat Mustafa Azami – Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya,
ms 114-115 dan Nasr al-Din al-Albani - Dhaif Sunan Abu Daud – no: 3647. (Kitab
Ilmu, Bab Tentang menulis ilmu). Penulis tidak mengangkat hadits ini ke
taraf hasan sekalipun maksudnya seolah-olah sejalan dengan hadits A & B.
Ini adalah karena hadits ini menerangkan sesuatu yang berlaku di zaman sahabat,
selepas kewafatan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Di zaman ini terdapat banyak
riwayat-riwayat lain yang menerangkan aktivitas menulis hadits-hadits. Hadits-hadits
A & B hanya ditujukan kepada zaman Rasulullah apabila kekurangan kertas dan
para sahabat menulis hadits di atas lembaran yang sama dengan al-Qur‘an. Adapun
di zaman pemerintahan Muawiyah sepertimana hadits D di atas, kertas telah
banyak dan para sahabat tidak lagi menulis hadits di atas lembaran yang sama
dengan al-Qur‘an.
No comments:
Post a Comment