Apr 15, 2014

Larangan Menuliskan Hadits



Berikut satu contoh hadits yang nampak bertentangan karena ia ditujukan kepada individu berbeda dalam suasana yang berbeda. Disertakan dengan di antara contoh-contoh ini hadits yang lemah statusnya (dhaif) sebagai latihan. Langkah yang harus ditempuhi ialah: [1] Sisihkan hadits-hadits yang lemah, [2] Himpunkan hadits-hadits yang kuat dan [3] Cari satu kesefahaman antara hadits-hadits yang telah dihimpun dalam langkah ke 2 di atas.
Hadits A:
Sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam:
Janganlah kamu tulis (catat) apa-apa dari aku. Dan sesiapa yang telah menulis (mencatat) dari aku selain al-Qur’an, hendaklah dia menghapuskannya. Dan sampaikanlah (hadits) dari aku, tidak ada kesalahan di dalam melakukan itu. Dan sesiapa yang berdusta terhadap aku dengan sengaja, maka pasti dia mengambil tempat duduknya di dalam neraka. (1)
Hadits B:
Berkata Abu Sa‘id al-Khudri radiallahu ‘anhu:
Kami meminta izin kepada Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam untuk menulis tetapi beliau tidak mengizinkan kami. (2)
Hadits C:
Berkata Abu Hurairah radiallahu ‘anhu: Adalah kami menulis apa yang kami dengar dari Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam. Maka disatu hari beliau datang kepada kami dan berkata: Apakah tulisan-tulisan ini ? Maka kami menjawab: Apa yang kami dengar dari engkau. Lalu beliau berkata: Tulisan bersama kitab Allah (al-Qur’an) ? Kami menjawab: (Ya !) iaitu apa yang kami dengar (dari engkau). Lalu bersabda Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam:
Tulislah kitab Allah (al-Qur’an) dan jagalah ketulenan kitab Allah. Tulisan selain kitab Allah? Jagalah ketulenan kitab Allah dan janganlah mencemari ia. (3)
Hadits D:
Diriwayatkan dari Muthalib bin Abdillah: Pernah Zaid bin Thabit radiallahu ‘anhu melawat Mu‘awiyah, lalu Zaid bertanya kepada Mu‘awiyah tentang suatu hadits. Maka Mu‘awiyah menyuruh pembantunya menuliskan hadits tersebut. Melihat demikian berkata Zaid:
Sesungguhnya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk tidak menulis apajua hadits (perkataan) beliau. Maka kemudian dihapuskan tulisan hadits daripada Mu‘awiyah tersebut.(4)
Hadits E:
Ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam mengambil alih Kota Mekah (Fath-ul-Makkah), beliau telah berkhutbah kepada orang ramai. Setelah selesainya khutbah tersebut, bangun seseorang yang berasal dari Yaman bernama Abu Shah, dia berkata: Ya Rasulullah, tuliskanlah (khutbah ini) untuk aku. Rasulullah menjawab: Tuliskanlah untuk Abu Shah. (5)
***
  (1)Sahih: Hadits dari Abu Sa‘id al-Khudri radiallahu ‘anhu, dikeluarkan oleh Ahmad, Muslim, al-Darimi dan lain-lain, lihat Sahih Muslim – no: 3004. (Kitab Zuhud dan Raqa‘iq, Bab Kedudukan hadits dan penulisannya).
    (2)Sahih: Hadits dikeluarkan oleh al-Tirmizi, al-Darimi dan Ibn ‘Abd al-Barr, dinilai sahih oleh Nasr al-Din al-Albani dalam Sahih Sunan al-Tirmizi – no: 2665. (Kitab Ilmu, Bab Makruhnya menulis ilmu (hadits) ; juga dinilai sahih oleh Husain Salim Asad dalam Musnad al-Darimi – no: 465. Mustafa Azami dalam Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, ms 113 melemahkan hadits ini berdasarkan jalan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam sepertimana yang dikeluarkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam Taqyid al-Ilmi, ms 32. Namun hadits ini juga dikeluarkan oleh al-Tirmizi dan al-Darimi dari jalan Zaid bin Aslam, tanpa melalui anaknya Abdurrahman yang memang didhaifkan oleh sesetengah pengkritik perawi hadits.
    (3)Hasan: Sebahagian dari hadits yang panjang dengan 3 jalan periwayatan:
[1] Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu, dikeluarkan oleh Ahmad dalam al-Musnad – no: 11034. (Musnad Abu Sa‘id al-Khudri, haddathana Ishaq bin ‘Isa) dari jalan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan beliau adalah perawi yang dilemahkan oleh mayoritas. Hamzah Ahmad Zain menguatkan hadits ini ke taraf hasan karena maksudnya sejalan dengan riwayat Abu Sa‘id al-Khudri yang dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab sahihnya no: 3004 sebagaimana yang telah disalin di atas (Hadits A). Lihat juga Musnad Ahmad – no: 11027.
[2] Dari ‘Abd Allah ibn ‘Umar radiallahu ‘anhuma, dikeluarkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath – no: 7514 dengan lafaz yang sedikit berbeda dari jalan Zaid bin Aslam tanpa anaknya Abdurrahman, namun dalam sanad ini terdapat ‘Isa bin Maimun al-Madani dan adalah beliau seorang yang dhaif. Lihat al-Kamil fi Dhu‘afa’ al-Rijal – perawi no: 1388.
[3] Dari ‘Abd Allah bin Amru radiallahu ‘anhu, dikeluarkan oleh Ibn ‘Asakir dalam Tarikh al-Damsyq, jld 62, ms 44-45 dengan lafaz yang juga sedikit berbeda dari jalan selain Zaid bin Aslam, tetapi tetap melalui Isa bin Maimun dan adalah beliau seorang yang dhaif.
            Ketiga-tiga jalan di atas adalah dhaif dan lafaznya juga sedikit berbeda antara satu sama lain. Tetapi tetap mengandungi satu persamaan, yaitu pertanyaan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat yang sedang menulis hadits: “Tulisan bersama Kitab Allah ?” diikuti peringatan untuk menjaga ketulenan Kitab Allah, yaitu al-Qur‘anul Karim. Justru penulis menilai hadits ini hasan li-ghairi atas dasar 2 jalan sanad di atas yang saling menguat antara satu sama lain.
    (4)Sanad Dhaif: Hadits dikeluarkan oleh Abu Daud, sanadnya dhaif karena Muthalib tidak pernah bertemu dengan Zaid. Lihat Mustafa Azami – Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, ms 114-115 dan Nasr al-Din al-Albani - Dhaif Sunan Abu Daud – no: 3647.  (Kitab Ilmu, Bab Tentang menulis ilmu). Penulis tidak mengangkat hadits ini ke taraf hasan sekalipun maksudnya seolah-olah sejalan dengan hadits A & B. Ini adalah karena hadits ini menerangkan sesuatu yang berlaku di zaman sahabat, selepas kewafatan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Di zaman ini terdapat banyak riwayat-riwayat lain yang menerangkan aktivitas menulis hadits-hadits. Hadits-hadits A & B hanya ditujukan kepada zaman Rasulullah apabila kekurangan kertas dan para sahabat menulis hadits di atas lembaran yang sama dengan al-Qur‘an. Adapun di zaman pemerintahan Muawiyah sepertimana hadits D di atas, kertas telah banyak dan para sahabat tidak lagi menulis hadits di atas lembaran yang sama dengan al-Qur‘an.
     (5)Sahih: Sebagian dari hadits yang panjang dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu, dikeluarkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Daud dan lain-lain, lihat Sahih Muslim – no: 1355. (Kitab Hajj, Bab Kesucian Kota Mekah dan larangan serta tegahan memburu di dalamnya........).

No comments:

Post a Comment