Jan 2, 2014

KAEDAH MEMAHAMI HADITS YANG SALING BERLAWANAN (part 1)



Hadits yang dimaksud ialah ajaran dan perbuatan Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam yang mengandung hukum, arahan dan petunjuk yang saling bertentangan dan berlawanan antara satu sama lain. Contohnya ialah dua hadits, yang pertama mengharamkan satu perkara manakala yang kedua menghalalkannya, atau dua hadits, yang pertama menganjurkan satu perbuatan manakala yang kedua memakruhkannya, atau dua hadits, yang pertama menerangkan perintah Rasulullah melarang satu perbuatan manakala yang kedua menerangkan bahwa Rasulullah sendiri yang melakukan perbuatan tersebut.
Benarkah terdapat hadits-hadits Rasulullah yang saling bertentangan?
Jumhur ilmuwan Islam berkata[1], hadits-hadits Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam yang dikatakan berlawanan hanyalah merupakan pandangan dan faham sementara seseorang itu saja.
Ibn Qudamah berkata[2]: Ketahuilah bahwa pertentangan itu berarti saling berlawanan. Hal ini tidak boleh terjadi kepada dua dalil syara' karena firman Allah dan sabda Nabi tidak (saling) mendusta (antara satu sama lain).[3]
Penyebab seseorang itu berpendapat sesuatu hadits adalah bercanggah adalah karena ketidaktahuannya terhadap cara-cara menyelaras, menolak dan menghilangkan pertentangan antara dua hadits. Seperti ketidaktahuannya terhadap status kekuatan isnad hadits - antara yang sahih dan daif, antara hadits nasikh dan mansukh, kaedah-kaedah tarjih dan kekeliruan dalam memahami maksud sebenarnya antara dua hadits. Dengan kata lain, pertentangan antara hadits hanyalah sesuatu yang berbentuk fiktif, bukan hakiki.
Hadits sahih ialah hadits yang diriwayatkan oleh para perawi yang bersambungan antara satu sama lain dengan setiap perawi terdiri dari orang yang adil, jujur, terpercaya lagi tepat pembawaan haditsnya, manakala hadits daif ialah hadits yang diriwayatkan oleh para perawi yang menyalahi syarat-syarat hadits sahih di atas. Hadits Nasikh dan Mansukh ialah hadits terkemudian yang membatalkan hadits yang wujud pada awalnya. Hadits yang membatalkan disebut nasikh manakala hadits yang dibatalkan disebut mansukh. Kaedah tarjih pula ialah mengutamakan salah satu dari dua dalil yang saling bertentangan berdasarkan sesuatu yang dapat mengunggulkannya agar dalil tersebut dapat diamalkan. Kekeliruan di dalam memahami maksud sebenar sesuatu hadits boleh terjadi karena kelemahan pengetahuan bahasa Arab, tidak mengkaji keseluruhan teks hadits, tidak mengkaji sebab lahirnya hadits, tidak membandingkan sesama hadits-hadits lain yang berkaitan dan tidak faham akan seluruh ruh dan tujuan syari'at.
Abu Bakar bin Khuzaimah [4]pula berkata: Saya tidak mengetahui adanya hadits-hadits Nabi yang sahih yang saling bertentangan. Sesiapa yang menemukan hal tersebut - sampaikanlah kepada saya, saya akan menyelaraskannya.[5]
***
[1] Muhammad Wafaa - Metode Tarjih, hal 52.
[2] Beliau ialah Imam 'Abd Allah bin Muhammad bin Qudamah al-Jama'ily al-Maqdisi, seorang mujtahid besar Mazhab Hanbali. Lahir di Jamaily, sebuah daerah di Nablus, Palestina. Mengarang puluhan judul yang jumlahnya mencapai ratusan jilid, yang termasyhur adalah al-Mughni setebal 15 jilid yang merupakan kitab fiqh terkemuka Mazhab Hanbali. Meninggal dunia di Damaskus pada 620H.
[3]Raudhatal-Nadhir wa Jannat al-Manadhir, jld 2, hal 457,dinukil dari MetodeTarjih, hal 56.
[4]Beliau ialah Imam Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah al-Salmi, seorang ahli hadits dan fiqh di Naisabur. Telah menulis lebih 140 judul dan meninggal dunia pada tahun 311 H. Raudhat al-Nadhir wa Jannatal-Manadhir, jld 2, hal 457, dinukil dari Metode Tarjih, hal 56.
[5] Diutarakan oleh Taqiyuddin al-Subki dalam al-Ibhaj fi Syarh al-Minhaj, jld 3, hal 233, dinukil dari Metode Tarjih

No comments:

Post a Comment