Apabila
ditimpa musibah, sikap yang utama ialah ridha kepadanya, yaitu hati dalam
keadaan tenteram lagi senang menerimanya. Sikap ini pada hakikatnya amat sukar
dan jarang-jarang dapat dicapai oleh manusia sekalipun tidak mustahil. Ridha
adalah sikap yang utama tetapi bukan wajib.
Sikap
yang berada di bawah tahap ridha ialah sabar, yakni menahan diri dari memarahi
Allah dan mempersoalkan taqdir Allah. Juga menahan diri dari mengeluarkan
kata-kata yang kotor dalam apa jua bahasa umpama “Celaka!” dan dari bertindak
dengan menzalimi diri sendiri atau orang lain umpama menangis meraung-raung,
merobek-robek pakaian, mencakar muka dan sebagainya.
Bersabar
ke atas musibah adalah satu kewajipan. Ini karena merutuki atau mempersoalkan
Allah Subhanahu waTa’ala adalah dilarang berdasarkan firman-Nya:
لاَ
يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Dia
(Allah) tidak boleh ditanya tentang apa yang Dia lakukan, sedang merekalah yang
akan ditanya kelak. [al-Anbiya’ 21:23]
Sebaliknya
dibolehkan memohon pertolongan dan mengadu kepada Allah akan musibah yang
dihadapi. Nabi Yaakub ‘alaihi sallam pernah memohon pertolongan terhadap
musibah yang dihadapinya kepada Allah:
Kalau
demikian, bersabarlah aku dengan sebaik-baiknya dan Allah jualah yang dimohon
pertolongan-Nya mengenai apa yang kamu katakan itu. [Yusuf 12:18]
Nabi
Yaakub selanjutnya mengadu kepada Allah:
Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku
mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang
kamu tiada mengetahuinya." [Yusuf 12:86]
Nabi
Ayyub ‘alaihis salam juga mengadu kepada Allah terhadap musibah yang
menimpanya:
Dan
(sebutkanlah peristiwa) Nabi Ayyub, ketika dia mengadu kepada Tuhannya dengan
berkata: “Sesungguhnya aku ditimpa penyakit, sedang Engkaulah saja yang lebih
mengasihani dari segala (yang lain) yang mengasihani.” [al-Anbiya’ 21:83]
Mengeluarkan
kata-kata yang kotor adalah dilarang berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam:
مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Siapa
yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat hendaklah dia berkata-kata yang baik
atau diam.(1)
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ
بِالطَّعَّانِ وَلاَ اللَّعَّانِ وَلاَ الْبَذِيءِ وَلاَ الْفَاحِشِ
Bukanlah
sifat seorang mukmin untuk mencela, melaknat, berkata kotor dan berkata keji.(2)
Menangis
meraung-raung, merobek-robek pakaian, mencakar muka dan sebagainya termasuk
dalam perbuatan meratap yang dilarang oleh Islam. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: Empat perkara yang dilakukan oleh umatku yang
berasal daripada tradisi Jahiliyyah yang belum mereka tinggalkan:
berbangga-bangga dengan keturunan, mencela keturunan, mempercayai hujan turun
berdasarkan ramalan bintang dan meratapi kematian. (3)
Sebaliknya
menangis dibolehkan. Ketika anak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam yang
bernama Ibrahim meninggal dunia, baginda meneteskan air mata. Para sahabat
bertanya berkenaan hal itu, maka baginda bersabda:
S
esungguhnya
meneteskan air mata dan hati bersedih akan tetapi kami tidak berkata-kata
kecuali apa yang diridhai oleh Tuhan kami. Sesungguhnya kami benar-benar
bersedih dengan kepergianmu wahai Ibrahim. (4)
Andai
ditimpa musibah, maka sebutkanlah kalimah istirja’: إِنَّا لِلَّهِ
وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Kalimah
ini bermaksud: Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan sesungguhnya
kepada-Nya kami kembali. Kalimah ini disebut apabila ditimpa musibah umpama
penyakit, kemalangan, kehilangan harta benda dan kematian. Ia tidak
diperuntukkan kepada musibah kematian saja sebagaimana yang dipahami oleh sebagian
masyarakat.
Kalimah
istirja’ menghubungkan kita kepada Allah Subhanahu waTa’ala, sekaligus mengingatkan
kita kepada Allah dan bahwa apa yang ada pada kita sebelum ini adalah milik
Allah. Allah memberi kita apa yang Dia kehendaki dan mengambil dari kita apa
yang Dia kehendaki. Semua yang ada pada kita sebenarnya adalah milik Allah
sehingga tidak layak untuk kita marah, mengeluh atau bertindak zalim seandainya
Allah mengambilnya kembali.
Kalimah
istirja’ diajar oleh Allah Subhanahu waTa’ala di dalam al-Qur’an. Sesiapa yang
ditimpa musibah lalu mengucapnya dengan penuh kefahaman, kesedaran dan
kesabaran, maka dia memperoleh kebaikan, rahmat dan hidayah daripada Allah.
Tentu saja tiga perkara ini jauh lebih baik dari apa yang Allah ambil darinya.
Firman Allah:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji'uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
[al-Baqarah 2:155-157
****
(1)Sahih:
Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahihnya, hadits no: 67 (Kitab
al-Iman, Bab memulia dan menghormati tetangga...).
(2)Sahih: Dikeluarkan oleh
Ibn Hibban dalam Shahihnya, hadits no: 192 (Kitab al-Iman, Bab
ciri-ciri wajib iman) dan disetujui sahih oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam
simakannya ke Shahih Ibn Hibban.
(3)Sahih: Dikeluarkan oleh
Muslim dalam Shahihnya, hadits no: 1550 (Kitab al-Jana’iz, Bab amaran
daripada meratap).
(4)Sahih:
Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya, hadits no: 1220 (Kitab
al-Jana’iz, Bab sabda Nabi: “Sesungguhnya kami benar-benar sedih dengan kepergianmu”).
No comments:
Post a Comment