Sep 6, 2013

Bab Membaca dan Menyentuh Al Qur'an part 1



Masalah ini merinci dua hal berbeda: MEMBACA dan MENYENTUH Mushaf. 

 MEMBACA AL QURAN
1. Jika berhadats kecil
Hadats seperti ini misalnya seseorang yang sudah batal wudhunya baik karena buang air besar atau kecil, buang angin, keluarnya madzi (cairan yang keluar ketika syahwat), wadi (cairan yang keluar setelah buang air kecil), terkena najis, dan apa pun yang untuk mensucikannya dengan dibersihkan (dicuci) dan wudhu. 
Kondisi seperti tidak ada dalil yang melarang untuk membaca Al Quran, bahkan telah terjadi ijma’ –sebagaimana kata Imam An Nawawi- tentang kebolehan membaca Al Quran dalam kondisi seperti ini.
Beliau mengatakan:
فإن قرأ محدثا جاز بإجماع المسلمين والأحاديث فيه كثيرة معروفة
“Jika seorang berhadats membaca Al Quran maka BOLEH menurut ijma’ kaum muslimin, dan hadits-hadits tentang itu banyak dan telah diketahui.” (At Tibyan fi Adab Hamalatil Quran, Hal. 73. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Dan, Ijma’ (konsensus) merupakan salah satu sumber hukum Islam yang telah disepakati semua ulama Islam, kecuali oleh yang menyimpang. Namun demikian, walau pun boleh membaca Al Quran dalam keadaan hadats kecil, adalah hal yang disukai dan merupakan adab yang baik jika seseorang hendak membaca Al Quran dia berwudhu dahulu dan membersihkan mulutnya. Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:
وينبغي إذا أراد القراءة أن ينظف فاه بالسواك وغيره والاختيار في السواك أن يكون بعود من أراك ويجوز بسائر العيدان وبكل ما ينظف كالخرقة الخشنة والأشنان وغير ذلك
“Hendaknya jika hendak membaca Al Quran dia membersihkan mulutnya dengan siwak dan selainnya. Siwak yang dipilih berasal dari batang kayu Arok, dan dibolehkan dengan semua jenis batang kayu, dan apa saja yang dapat membersihkan, seperti dengan kain perca yang kasar dan usang, dan selain itu.” (Ibid, Hal. 72)
Telah diriwayatkan dari Imam Malik Rahimahullah, bahwa jika beliau hendak menyampaikan hadits nabi, beliau berwudhu dahulu sebagai penghormatan atas ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

2. Jika Berhadats Besar
Yaitu hadats yang disucikannya dengan ghusl (mandi), atau istilah lainnya di negeri kita adalah mandi junub, mandi wajib, dan mandi besar. Yang termasuk ini adalah wanita haid, nifas, dan orang junub (baik karena jima’ atau mimpi basah yang dibarengi syahwat).
Pada bagian ini terjadi khilaf (perselisihan) pendapat di antara ulama Islam, antara yang mengharamkan dan membolehkan.
Para Ulama Yang Mengharamkan dan Alasannya
Mereka yang mengharamkan beralasan dengan beberapa dalil berikut:
Hadits dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أنه لا يحجزه شيء عن القرأءة إلا الجنابة
“Bahwasanya tidak ada suatu pun yang menghalanginya dari membaca Al Quran kecuali junub.” (HR. Ibnu Majah No. 594)
Hadits lain dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لاتقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرآن
“Janganlah wanita haid dan orang junub membaca sesuatu pun dari Al Quran.” (HR. At Tirmidzi No. 131, Al Baihaqi dalam Sunannya No. 1375, katanya: laisa bi qawwi – hadits ini tidak kuat. Ad Daruquthni, Bab Fin Nahyi Lil Junub wal Haa-id ‘An Qira’atil Quran ,No. 1)

Hadits lain dari Abul Gharif, katanya: Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu berwudhu, dia berkumur dan menghirup air ke hidung tiga kali, mencuci wajah tiga kali, mencuci kedua tangan hingga hasta tiga kali, kemudian membasuh kepala, lalu mencuci kedua kakinya. Lalu Ali berkata: ” Seperti inilah wudhu yang aku lihat dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,” lalu dia (Ali) membaca sesuatu dari Al Quran, kemudian berkata:
هذا لمن ليس به جنب أما الجنب فلا ولا آيه
“Ini bagi siapa yang tidak junub, ada pun yang berjunub janganlah membaca, tidak pula satu ayat.”
Syaikh Ibnu Baz berkata: diriwayatkan oleh Ahmad dan sanadnya Jayyid (baik), dari ‘Aisyah. (Fatawa Islamiyah, 4/25. Lihat Musnad Ahmad No. 872, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: sanadnya hasan. Muasasah Ar Risalah. Dengan taqdim; Syaikh Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki)

Demikian di antara dalil-dalil pihak yang mengharamkan orang berhadats besar MEMBACA Al Quran.
Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:
وأما الجنب والحائض فإنه يحرم عليهما قراءة القرآن سواء كان آية أو أقل منها ويجوز لهما إجراء القرآن على قلبهما من غير تلفظ به
“Ada pun junub dan haid, maka keduanya diharamkan membaca Al Quran, sama saja apakah yang dibacanya hanya satu ayat atau lebih sedikit. Dibolehkan bagi keduanya membacanya dalam hati tanpa dilafazkan.” (At Tibyan, Hal. 74)
Beliau juga mengatakan, dibolehkan membaca Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, selama tidak dimaksudkan sebagai Al Quran. Kalangan Syafi’iyah di Khurasan juga membolehkan membaca doa naik kendaraan: Subhanalladzi sakhara lana hadza .., juga doa: Rabbana atina fid dunya hasanah …, selama tidak dimaksudkan sebagai Al Quran. Imam Al Haramain mengatakan: “Membaca bismillahirrahmanirrahim jika dimaksudkan sebagai bagian dari Al Quran maka itu maksiat, jika tidak bermaksud apa-apa, maka tidak berdosa. “ (Ibid) Ini juga menjadi pendapat Syaikh Wahbah Az Zuhaili dan kalangan Hanafiyah. (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 1/474. Al Maktabah Al Misykat)
Imam An Nawawi juga mengatakan dalam Al Majmu’:
مذهبنا أنه يحرم على الجنب والحائض قراءة القرآن قليلها وكثيرها حتى بعض آية؛ وبهذا قال أكثر العلماء كذا حكاه الخطابي وغيره عن الأكثرين، وحكاه أصحابنا عن عمر بن الخطاب وعلي وجابر رضي الله عنهم والحسن والزهري والنخعي وقتادة وأحمد وإسحاق.
“Madzhab kami adalah bahwa haram bagi orang junub dan haid membaca Al Quran sedikit dan banyak, walau sebagian ayat. Ini juga pendapat kebanyakan ulama, demikianlah diceritakan pleh Al Khathabi dan selainnya dari banyak manusia. Para sahabat kami juga menceritakan dari Umar bin Al Khathab, Ali, Jabir –semoga Allah meridhai mereka-, Al Hasan, Az Zuhri, An Nakha’i, Qatadah, Ahmad, dan Ishaq.” (Al Majmu’ Syarh Al Muadzdzab, 2/127)
Disebutkan dalam Tuhfah Al Wahdzi , mengutip dari Imam Al Baihaqi, bahwa Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu ‘hanya’ memakruhkan saja, berikut teksnya:
وصح عن عمر أنه كان يكره أن يقرأ القرآن وهو جنب
“Telah shahih dari Umar bahwa Beliau memakruhkan membaca Al Quran dalam keadaan junub.” (Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Wahdzi, 1/412. Cet. 1. 1963M-1383H. Maktabah As Salafiyah. Madinah)
Dalam kiitab As Sunan Al Kubra-nya Imam Al Baihaqi, tertulis Ibnu Umar, bukan Umar bin Al Khathab, dan juga MENYENTUH MUSHAF, bukan MEMBACA AL QURAN, dan juga WANITA HAID bukan ORANG JUNUB. Berikut teksnya (perhatikan):
ويذكر عن بن عمر أنه كره للحائض مس المصحف
“Disebutkan dari Ibnu Umar bahwa Beliau memakruhkan wanita haid menyentuh Al Quran.” (As Sunan Al Kubra Al Baihaqi No. 1374. Begitu pula setelah dilihat di As Sunan Al Kubra Imam Al Baihaqi yang kami Download dari shamela.ws, juga seperti ini lafaznya. Lihat As Sunan Al Kubra-nya Imam Al Baihaqi versi Syamilah, No. 1534)
Tentang larangan membaca Al Quran bagi orang yang junub dan haid, berkata Imam At Tirmidzi Rahimahullah dalam Sunannya:
وهو قول أكثر أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم والتابعين ومن بعدهم، مثل: سفيان الثوري، وابن المبارك، والشافعي، وأحمد، وإسحق، قالوا: لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرآن إلا طرف الآية والحرف ونحو ذلك، ورخصوا للجنب والحائض في التسبيح والتهليل.
“Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tabi’in, dan orang setelah mereka seperti Sufyan At Tsauri, Ibnul Mubarak, Asy Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. Mereka mengatakan: Janganlan wanita haid dan orang junub membaca sedikit pun dari Al Quran kecuali melihat ujung ayat dan huruf dan semisalnya. Mereka memberikan keringanan bagi orang junub dan wanita haid dalam bertasbih dan tahlil.” (Sunan At Tirmidzi, Juz. 1, Hal. 236, No. 131)
Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:
وَيَحْرُمُ عَلَى الْجُنُبِ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ عِنْدَ عَامَّةِ الْعُلَمَاءِ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ
Diharamkan bagi orang junub membaca Al Quran menurut umumnya para ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah,dan Hanabilah.” Lalu disebutlah hadits dari Ali dan Ibnu Umar. (Al Mausu’ah, 16/53)
Demikianlah pandangan kelompok yang melarang orang berhadats besar membaca Al Quran. Tetapi mereka membolehkan jika baca di hati saja, atau membaca doa-doa dari Al Quran dengan tidak memaksudkannya sebagai Al Quran. Mereka juga membolehkan berdzikir seperti tahmid, tahlil, takbir, dan tasbih, bahkan kebolehan dzikir ini adalah ijma’, sebagaimana disebutkan dalam At Tibyan-nya Imam An Nawawi.

No comments:

Post a Comment