Aug 19, 2014

Apakah sebutan “Ma syaa Allah” memiliki kaitan dengan qadar dan qadha?

Sebutan yang lengkap ialah: مَا شَاءَ اللَّهُ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
Bermakna “Apa yang dikehendaki oleh Allah, tidak ada kekuatan melainkan dengan (kehendak Allah).” Sebutan ini memang memiliki kaitan dengan qadar dan qadha, disebut atau diucapkan apabila seseorang itu mendapat atau melihat sesuatu nikmat atau karunia. Apabila menyebutnya, berarti seseorang itu menyandarkan nikmat atau karunia itu kepada kehendak Allah dan mengakui bahwa tidaklah dia memiliki kekuatan ke atas nikmat atau karunia tersebut melainkan ia adalah kehendak Allah Subhanahu waTa’ala.
Penyebutan ini menunjukkan seseorang itu paham dan beriman kepada qadar dan qadha serta bersikap rendah diri kepada Allah. Sikap terpuji seperti ini patut menjadi salah satu dasar seorang muslim.
Marilah kita lihat contoh penggunaannya dalam ayat berikut:
وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالاً وَأَعَزُّ نَفَرًا. وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا. وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَى رَبِّي لأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا.
قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلاً. لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلاَ أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا.
وَلَوْلاَ إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ.
إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالاً وَوَلَدًا. فَعَسَى رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا.
dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat". Dan dia pun masuk ke kebunnya (bersama rekannya) sedang dia berlaku zalim kepada dirinya sendiri sambil dia berkata: “Aku fikir kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya. dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu."
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya - sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.  
Dan sepatutnya saat engkau masuk ke kebunmu, berkata: مَا شَاءَ اللَّهُ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
Apa yang dikehendaki oleh Allah, tidak ada kekuatan melainkan dengan (kehendak Allah).’
Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin; [al-Kahf 18:34-40]

Dalam ayat di atas, seseorang yang bangga dengan kebunnya ditegur bahwa dia sepatutnya menyandarkan nikmat kebun tersebut kepada Allah dengan berkata: “Apa yang dikehendaki oleh Allah, tidak ada kekuatan melainkan dengan (kehendak Allah).” Memang, dia yang memilih untuk berkebun dan mengusahakan kebun tersebut. Namun pilihannya itu hanya tercapai apabila ia bersesuaian dengan kehendak Allah. Bagaimana kuat sekalipun dia berusaha, ia hanya akan berhasil jika bersesuaian dengan kehendak Allah. Maka janganlah angkuh atau berbangga dengan kebun tersebut, sebaliknya kembalikanlah ia kepada Allah Subhanahu waTa’ala.
Oleh itu apabila kita mendapati sesuatu nikmat atau karunia pada diri kita, hubungkanlah ia kepada Allah. Apabila kita memiliki rumah yang indah, kereta yang mewah dan pekerjaan yang bagus, hubungkanlah ia kepada Allah. Apabila orang memuji sesuatu kepada kita, hubungkanlah ia kepada Allah. Apabila kita melihat sesuatu nikmat atau kurniaan pada orang lain, hubungkanlah ia kepada Allah. Sebutlah: مَا شَاءَ اللَّهُ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
Apa yang dikehendaki oleh Allah, tidak ada kekuatan melainkan dengan kehendak Allah.”
Akan tetapi apabila mendapati atau melihat sesuatu yang mungkar, jangan menyebut: “Apa yang dikehendaki oleh Allah, tidak ada kekuatan melainkan dengan (kehendak Allah).” Ini karena sekalipun kemungkaran tersebut adalah kehendak Allah, ia adalah kehendak yang dibenci oleh Allah (al-Kauniyyah yang dibenci). Allah tidak meridhainya, justeru jangan memuji Allah ke atasnya. Sebaliknya sebutlah “Subhanallah” yang berarti “Maha Suci Allah”. Kita mensucikan Allah dari kemungkaran tersebut.

No comments:

Post a Comment