Jika kita mengkaji al-Qur'an al-Karim dan
Sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam, kita akan menemui sejumlah
petunjuk yang dapat menangkis dakwaan adanya dua hadits yang saling
bertentangan antara satu sama lain.
Hujah pertama:
Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala:
Demi bintang
ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan
tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). [al-Najm 53:1-4]
Dalam ayat ini
Allah Ta'ala menerangkan bahawa apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya Muhammad
sallallahu 'alaihi wasallam, baik al-Qur'an dan Hadits, adalah wahyu yang
berasal dari-Nya. Oleh itu adalah tidak mungkin Allah Azza wa Jalla mewahyukan
kepada Rasul-Nya dalil-dalil syari'at yang saling bertentangan antara satu sama
lain.
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al
Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak
di dalamnya. [al-Nisaa' 4:82]
Hujah kedua:
Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala:
Dan Allah telah menurunkan kepadamu (Muhammad) Kitab (Al-Quran) serta
al-Hikmah. [al-Nisaa’ 4:113]
Sungguh Allah
telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus
diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan
Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [‘‘Ali Imran 3:164]
Rasulullah sallalahu-alaihi-wasallam
telah dikurniakan Allah Subhanahu wa Ta‘ala dua perkara, al-Qur’an dan al-Hikmah
(al-Nisaa’ 4:113). Rasulullah juga telah ditugaskan untuk mengajar kedua-dua
perkara tersebut kepada umatnya (‘‘Ali Imran 3:164). Al-Hikmah ialah segala sumber syari‘at, ilmu dan
perincian agama yang tidak terkandung dalam kitab al-Qur’an, iaitu sunnah-sunnah
Nabi.
Dua ayat ini menunjukkan bahawa Sunnah Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wasallam dalam urusan syari‘at berasal dari Allah Subhanahu
wa Ta‘ala dan ia disampaikan oleh baginda sebagai salah satu tugas yang
diamanahkan oleh Allah. Adalah mustahil sesuatu yang berasal dari Allah yang
diwajibkan penyampaiannya kepada umat adalah sesuatu yang saling bertentangan
dan berlawanan antara satu sama lain.
Hujah
ketiga:
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah
jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan
(yang lain)[152], karena jalan-jalan itu mencerai beraikan
kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. [al-An‘aam 6:153]
“JalanKu”
yang dimaksudkan oleh Allah Ta‘ala dalam firman-Nya di atas ialah agama Islam
yang sumber asasnya al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sangatlah tidak mungkin
sumber-sumber asas ini memiliki pertentangan di dalamnya sehingga
mencerai-beraikan kepahaman umat seperti jalan-jalan lain yang kita dilarang
mengikutinya.
Hujah keempat:Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala:
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al
Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al
Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami
menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami
kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar
memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Yaitu) jalan Allah yang
kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah,
bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan. [al-Syura 42:52-53]
Allah Tabaraka wa Ta‘ala menerangkan bahwa
Rasul-Nya Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam menunjuk, memimpin dan membimbing
manusia ke jalan yang lurus, yaitu jalan Allah, yakni agama Islam yang diridhoi-Nya.
Adalah mustahil jalan yang ditunjuk oleh Rasulullah, yakni sunnah-sunnahnya,
adalah sesuatu yang saling bertentangan antara satu sama lain, sehingga
menjauhi sifat “jalan yang lurus” yang diterangkan oleh Allah Ta‘ala
dalam firman-Nya di atas.
Hujah
kelima
Firman Allah
Subhanahu wa Ta‘ala:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [al-Nisaa’ 4:59]
Dalam ayat di
atas, Allah Azza wa Jalla menyuruh umat Islam untuk kembali merujuk kepada
al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam jika mereka
berselisih dalam hal-hal syari‘at. Seandainya di dalam sunnah Rasulullah
terdapat pertentangan yang hakiki, sudah tentu suruhan Allah di atas adalah
batil. Pasti andaian ini tidak benar.
Hujah keenam
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata. [al-Ahzab 33:36]
Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan kita supaya mentaati keputusan hukum
yang ditetapkan oleh-Nya dan Rasul-Nya, yaitu al-Qur’an dan Sunnah, tanpa ada
ruang untuk kita memilih-milih ketetapan yang lain. Ini menunjukkan
ketetapan-ketetapan yang terkandung dalam al-Sunnah adalah sejalan dan searah
tanpa adanya pertentangan, karena seandainya dalam as-Sunnah terdapat ketetapan
yang saling bertentangan, seperti adanya satu hadits yang menetapkan hukum
harus dan ada pula hadits lain yang menetapkan hukum haram bagi perkara yang
sama, sudah tentu firman Allah di atas menjadi batil.
Hujah Ketujuh:
Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala:
Pada hari ini, Aku telah sempurnakan
bagi kamu agama kamu, dan Aku telah cukupkan nikmatKu kepada kamu, dan Aku
telah ridha Islam itu menjadi agama untuk kamu. [al-Maidah 5:03]
Sesungguhnya agama (yang benar dan
diridahi) di sisi Allah ialah Islam.
[‘‘Ali Imran 3:19]
Allah Tabaraka wa Ta‘ala telah menerangkan kesempurnaan agama Islam dan Dia
meridhainya. Sangatlah tidak mungkin terdapat pertentangan dalam sumber-sumber
asas agama Islam – yakni al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah – karena ini tidak
lain hanyalah menunjukkan kelemahan Allah sebagai Pembuat Syari‘at. Kami
berlindung kepada Allah dari prasangka sedemikian.
Hujah Kedelapan:
Demi sesungguhnya aku telah tinggalkan kalian di atas yang
terang lagi nyata, bagaikan siang dan malam, tidak menyimpang darinya sesudah
aku selain orang yang rusak.
Dan sesiapa dari kamu yang hidup (lama) maka dia akan melihat pertentangan yang
banyak, maka berpeganglah kalian kepada sunnah aku dan sunnah para Khalifah
ar-Rashidun yang mendapat petunjuk, gigitlah ia dengan gigitan geraham dan kamu
harus taat sekalipun kepada seorang hamba Habsyi karena sesungguhnya seorang
mukmin adalah seperti unta yang dicucuk hidungnya (dengan tali), ke mana ia
dituntun ia akan mengikut.[1]
Hadits di atas menunjukkan bahawa risalah
Islam yang disampaikan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam adalah jelas lagi
nyata seumpama perbedaan antara siang dan malam sehingga setiap orang –
sekalipun yang masih kanak-kanak – dapat membedakannya. Demikian juga,
Rasulullah berpesan, bahwa apabila berhadapan dengan pertentangan dan
perselisihan, hendaklah seseorang itu berpegang kepada sunnah
beliau dan sunnah para Khalifah al-Rashidun, iaitu Abu Bakar, Umar al-Khattab,
Uthman ibn Affan dan ‘Ali bin Abi Talib radiallahu ‘anhum.
Seandainya dalam risalah yang ditinggalkan Rasulullah terdapat pertentangan,
sudah tentu ia menyalahi sabda dan pesan di atas, malah menjadi sesuatu yang
samar-samar sehingga sukar dipegangi apabila menghadapi perselisihan.
Hujah Kesembilan:
Sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wasallam:
Tiadalah tertinggal apa-apa yang dapat mendekatkan seseorang ke surga
dan menjauhkannya dari neraka kecuali sungguh ia telah diterangkan kepada
kalian.[2]
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam telah meyempurnakan dakwahnya kepada
umat Islam dengan menerangkan setiap sesuatu yang dapat membawa ke surga dan
menjauhkan dari neraka. Tidak mungkin dalam kesempurnaan dakwah Rasulullah terdapat
pertentangan sehingga umat menjadi keliru antara yang akan membawa ke surga
atau neraka.
Hujah Kesepuluh:
Sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam:
Aku tinggalkan kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat
selama berpegang kepada keduanya – Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya.[3]
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam juga telah berpesan
kepada kita untuk berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnahnya. Dua sumber
asas ini dapat menyelamatkan seseorang dari kesesatan. Sangatlah tidak mungkin
bahawa dalam sunnah-sunnah tersebut terdapat pertentangan antara satu sama lain
yang akhirnya menyebabkan umat jatuh ke lembah kesesatan.
***
[1]Sahih: Hadits dari ‘Irbadh bin Sariyah radiallahu ‘anhu, dikeluarkan oleh Ahmad,
Ibn Majah, Hakim, al-Thabarani dan lain-lain, dinukil dan dinilai sahih oleh
al-Suyuti dalam al-Jami’ al-Sagheir – no: 6096 dan dipersetujui sahih
oleh Nasr al-Din al-Albani dalam Sahih al-Jami’ al-Sagheir – no: 4369.[2]Sanad Sahih: Ringkasan hadits daripada Abi Darda radiallahu ‘anhu, dikeluarkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir, dinukil oleh al-Haithami dalam Majma’ al-Zawa‘id – no: 13971 dan al-Hindi dalam Kanz al-Ummal – no: 35473. Sanadnya dinilai sahih oleh ‘Ali Hasan al-Halabi al-Athari dalam al-Itmam li Takhrij Ahadith al-Musnad al-Imam – no: 21399 .
No comments:
Post a Comment