DNA merupakan kependekan dari deoxyribonucleic acid atau dalam Bahasa Indonesia sering juga disebut ADN yang merupakan kependekan dari asam deoksiribonukleat. DNA atau ADN ini merupakan materi genetik yang terdapat dalam tubuh setiap orang yang diwarisi dari orang tua. DNA terdapat pada inti sel di dalam struktur kromosom dan pada mitokondria.
Fungsinya sebagai cetak biru yang berfungsi sebagai pemberi kode untuk tiap manusia seperti untuk warna rambut, bentuk mata, bentuk wajah, warna kulit, dan lainnya.
Tes DNA dilakukan dengan cara mengambil DNA dari kromosom somatik. Ikatan DNA pada bagian somatik hampir sama pada setiap orang karena berfungsi membentuk fungsi dan organ tubuh. Kesalahan urutan dapat menyebabkan gangguan pada manusia yang bersangkutan. Tetapi pada inti sel ini pula terdapat area yang dikenal sebagai area STR (short tandem repeats). Area ini tidak memberi kode untuk melakukan sesuatu.
STR inilah yang bersifat unik karena berbeda pada setiap orang. Perbedaanya terletak pada urutan pasang basa yang dihasilkan dan urutan pengulangan STR. STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya. Urutan AGACC akan berbeda dengan seseorang yang memiliki untaian AGACT. Begitu juga dengan urutan pengulangan yang bersifat unik. Pola STR ini diwariskan dari orang tua.
Di kepolisian, tes DNA juga digunakan untuk tes forensik. Tes DNA merupakan bukti yang paling akurat untuk tes identifikasi seseorang dibanding sidik jari. Dengan tes DNA, kepolisian bisa memberi bukti autentik mengenai mayat yang sudah hancur, asalkan bisa diambil sampel jaringan pada tubuh mayat tersebut.
Banyak juga yang menggunakan tes DNA karena curiga terhadap pasangannya. Beberapa orang menyerahkan barang-barang pribadi milik pasangannya ke klinik untuk diteliti apakah pasangannya berhubungan dengan orang lain yang bukan pasangannya.
Selain untuk mendeteksi hubungan keluarga, tes DNA juga berfungsi untuk mendeteksi suatu penyakit tertentu hingga penyakit yang kompleks. Dengan tes DNA bisa diketahui penyebab suatu penyakit apalagi yang bersifat penyakit turunan.
Kemajuan teknologi telah membuat lebih banyak hal baru yang bisa dipelajari. DNA pada saat ini merupakan tes identifikasi yang paling akurat dan dapat dipercaya.
Bagaimana tes DNA dilakukan?
Tes DNA untuk membuktikan apakah seorang anak benar-benar adalah anak kandung dari sepasang suami dan istri. Cara memeriksa tes DNA dilakukan dengan cara mengambil STR dari anak. Dengan menganalisa STR ini, maka DNA tersebut dapat diprofilkan dan dibandingkan dengan sampel DNA terduga lainnya. Selanjutnya, di laboratorium akan dianalisa urutan untaian STR ini apakah urutannya sama dengan seseorang yang dijadikan pola dari seorang anak. Urutan tidak hanya satu-satunya karena pemeriksaan dilanjutkan dengan melihat nomor kromosom.
Seseorang
dapat dikatakan memiliki hubungan darah jika memiliki 16 STR yang sama dengan
kelurga kandungnya. Bila urutan dan pengulangan sama, maka kedua orang yang
dicek memiliki ikatan saudara kandung atau hubungan darah yang dekat. Jumlah
ini cukup kecil dibandingkan dengan keseluruhan ikatan spiral dalam tubuh kita
yang berjumlah miliaran.
Tes DNA
dilakukan dengan mengambil sedikit bagian dari tubuh Anda untuk dibandingkan
dengan orang lain. Bagian yang dapat diambil untuk dicek adalah rambut, air
liur, urine, cairan vagina, sperma, darah, dan jaringan tubuh lainnya. Sampel
ini tidak akan berubah sepanjang hidup seseorang. Penggunaan alkohol, rokok atau obat-obatan tidak akan mengubah susunan DNA.
Hasil tes DNA akan dijalankan dari pasien baru dapat dilihat 2-4 minggu. Biaya
yang dibutuhkan untuk tes DNA saat ini sekitar 7 hingga 8 juta rupiah.
Di
Indonesia, terdapat dua laboratorium yang dapat
melayani user dalam tes DNA yaitu Laboratorium Pusdokkes Polri
Jakarta Timur dan di Lembaga Bio Molekuler Eijkman Jakarta Pusat. Untuk di
Lembaga Eijkman, biaya per paket tes DNA adalah berkisar Rp. 7,5 Juta dengan
hasil tes yang dapat diperoleh dalam 12 hari kerja terhitung dari tanggal
diterimanya sampel.
Bagaimana kacamata syariat tentang tes DNA?
Membedakan
Nasab biologis dan nasab syar’iDua hal ini berbeda, sebagai contoh kasus anak yang lahir dari hasil perzinahan. Maka anak tersebut tidak dinasabkan kepada bapaknya secara syariat. Anak tersebut memang adalah anak biologis dari bapaknya (lahir dari benih sperma bapaknya), akan tetapi bukan anak bapak tersebut secara syariat. Berikut penjelasan yang lebih rinci:
Abdullah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan,
قَضَى النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ كَانَ مِنْ أَمَةٍ لَمْ يَمْلِكْهَا ، أَوْ مِنْ حُرَّةٍ
عَاهَرَ بِهَا فَإِنَّهُ لا يَلْحَقُ بِهِ وَلا يَرِثُ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberi keputusan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia
miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka, tidak dinasabkan ke bapak
biologisnya dan tidak mewarisinya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ
الْحَجَرُ
“Anak yang lahir
adalah bagi pemilik kasur (dinasabkan kepada suami yang sah), dan seorang
pezina tidak punya hak (pada anak hasil perzinaannya).”Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
فمعناه أنه إذا كان للرجل زوجة أو مملوكة
صارت فراشا له فأتت بولد لمدة الإمكان منه لحقه الولد وصار ولدا يجري بينهما
التوارث وغيره من أحكام الولادة سواء
“Jika seorang
laki-laki memiliki istri atau seorang budak wanita, maka wanita tersebut
menjadi firasy bagi suaminya (anak yang dikandung dinasabkan kepada suaminya
atau pemilik budak). Selama sang wanita menjadi firasy lelaki maka setiap
anak yang terlahir dari wanita tersebut adalah anaknya.Jadi, anak tersebut tetap dinasabkan (nasab syar’i) kepada pemilik kasur (suaminya yang sah) walaupun misalnya istrinya selingkuh dan anak tersebut lahir bukan dari benih suaminya, maka anak tersebut tetap anak suaminya secara syariat (walaupun nasab biologisnya bukan anak suaminya)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
حتى لو أن امرأة أتت بولد وزوجها غائب عنها
منذ عشرين سنة لحقه ولدها
“walaupun hingga
seorang istri melahirkan anak suaminya yang sedang pergi (tidak ada) selama 20
tahun, makan anak tersebut dinasabkan (nasab syariat) kepada suaminya.”Dan laki-laki yang berzina tidak berhak atas anak zinanya tersebut, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata,
بمعنى أنه لو كانت المزني بها لا فراش لها،
وادعى الزاني أن الولد ولده فهل يلحق به؟ الجمهور على أنه عام، وأنه لا حق للزاني
في الولد الذي خلق من مائه
“Maknanya jika
seorang berzina dengan bukan firasy-nya (bukan istri sah), kemudian ia
mengklaim anak tersebut adalah anaknya, apakah anak tersebut dinisbatkan
kepadanya? Pendapat jumhur ulama bahwa lafadz (hadits) umum, tidak ada hak bagi
pezina pada anak tersebut yang (walaupun) diciptakan dari maninya.”Dengan demikian, seluruh hukum nasab antara anak zina dengan bapaknya tidak berlaku, yaitu:
1. Bapak dan anak zinanya tidak saling mewarisi.
2. Bapaknya tidak wajib memberi nafkah kepada anak zinanya.
3. Bapaknya bukan mahram bagi anak zinanya (jika dia wanita),
kecuali jika bapaknya menikah dengan ibu anak tersebut dan telah melakukan hubungan jimak suami-istri (keduanya bertaubat dari zina dan menikah sah) maka anak zina tersebut statusnya adalah rabibah (anak perempuan istri dari suami sebelumnya, yang menjadi asuhannya dan anak perempuan yang dibawa oleh istrinya adalah mahram baginya)
Sebagimana dalam ayat,
وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم
مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم
بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
“ (diharamkan
bagimu) anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu/pengasuhanmu dari isteri
yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan
sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya.” (An-Nisa’ :23)4. Bapaknya tidak bisa menjadi wali, menikahkan anak zinanya itu dalam pernikahan.
Yang menikahkan adalah qhadi (hakim pemerintah, dalah hal ini adalah KUA), sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَالسُّلْطَانُ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ
لَهُ
“Penguasa adalah
wali nikah bagi perempuan yang tidak memiliki wali nikah”Jangan sampai bapaknya menikahkan anak zinanya (perempuan), maka status pernikahan tidak sah, maka anak yang lahir dari pernikahan tersebut juga statusnya anak zina secara syariat.
Hasil tes DNA untuk menetapkan nasab biologis tidak untuk nasab syar’i
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ditanya mengenai anak hasil zina kemudian bapaknya ditentukan dengan pemeriksaan DNA, beliau menjawab:
والحاصل أن الولد لأبيه وإن أظهرت التحاليل
أنه ليس منه.
“kesimpulannya,
anak tersebut dinasabkan (nasab syar’i) kepada bapaknya (pemilik kasur),
walaupun hasil tes pemeriksaan (DNA) menunjukkan bahwa anak tersebut bukan
anaknya.”Kesimpulannya:
-Jika sepasang pemuda-pemudi berzina
Kemudian lahir anak zina, maka anak tersebut dinasabkan (secara syar’i) kepada Ibunya tidak kepada bapaknya. Dan tidak berlaku hukum-hukum yang berkaitan dengan hukum bapak-anak sebagaimana telah dijelaskan.
-Jika suami tidak mengakui anak yang dikandung istrinya
Misalnya suami menuduh istrinya berzina. Maka hukum asalnya anak dalam kandungan istrinya itu adalah anaknya secara syariat, meskipun suaminya tidak mengakui anak tersebut anaknya, akan tetapi secara syariat anak dalam kandungan istrinya adalah anaknya secara syar’i (nasab syar’i), meskipun ia bukan bapak biologis dari anak tersebut. Meskipun dengan pemeriksaan tes DNA anak tersebut bukan anaknya.
Jika ia (suami) ingin tidak mengakui anak tersebut secara syar’i dan biologis, maka ia menuduh istrinya berzina dan wajib mendatangkan bukti, jika tidak ada bukti maka sang suami akan dijatuhi hukuman hadd cambuk. Jika ingin tidak dicambuk, maka ia akan melakukan li’an (saling melaknat).
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ
يَكُن لَّهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ
شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ ۙ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ
وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِن كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَن تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ ۙ
إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِن
كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Dan orang-orang
yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi
selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu adalah empat kali
bersumpah dengan Nama Allah, sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang benar.
Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika ia termasuk
orang-orang yang berdusta. Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh
sumpahnya empat kali atas Nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar
termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah
atas-nya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.” [An-Nuur: 6-9]