Dasarnya adalah firman Allah SWT :
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ
أُخَرَ
Dan siapa yang
sakit atau dalam perjalanan, boleh tidak berpuasa namun harus mengganti di hari
yang lain.
(QS. Al-Baqarah : 185)
Bagaimana
jika lupa jumlah hutangnya? Nah, kalau masalah yang satu ini memang agak sulit
juga menjawabnya. Sebab hutang kita kepada Allah SWT itu seharusnya kita catat
baik-baik.
Maka
cara yang paling masuk akal adalah dengan cara melakukan appraisal atau
perkiraan. Cara ini biasa dilakukan oleh lembaga profesional untuk menaksir
kira-kira nilai suatu asset. Biasanya perbankan menggunakan jasa ini untuk
menaksir nilai suatu asset yang dijadikan jaminan.
Kalau
dalam bahasa fiqihnya, kita bisa pakai istilah ijtihad. Maksudnya, orang yang
berhutang ini dipersilahkan berijtihad untuk menghitung-hitung sendiri sesuai
dengan perkiraannya.
Namanya
cuma perkiraan, tentu tidak 100% akurat. Tetapi setidaknya ada dasar-dasar
pijakan yang bisa dijadikan patokan dalam mengira-ngira jumlah hutang puasa.
Katakanlah
misalnya dalam sekali Ramadhan ada kurang lebih 50% hari yang ditinggalkan
tidak berpuasa. Maka kalau selama berturut-turut 5 tahun hal itu terjadi, kita
bisa hitungan dengan mengalikan 15 hari selama 5 tahun. Hasil totalnya adalah
75 hari.
Buatlah
list di atas catatan, isinya kolom nomor, hari ke berapa, dan tanggal
pelaksanaan. Kemudian mulai lakukan qadha' puasa itu sehari demi sehari secara
santai. Yang penting setiap kali selesai satu hari puasa, contrenglah catatan
itu serta beri tanggal pelaksanaannya. Semua itu agar kita punya catatan pasti
dan tahu progres jadwal pembayaran hutang kita kepada Allah SWT.
Dalam
pelaksanaan teknisnya, boleh saja puasa qadha' itu dijatuhkan pada hari-hari
khusus yang nilai pahalanya bisa dapat plus, seperti hari Senin atau Kamis.
Atau boleh juga dijatuhkan pada tiap tanggal 13,14 dan 15 tiap bulan qamariyah,
sebagaimana halnya puasa ayyamul biidh.
Dan
kalau mau puasa berselang-seling seperti puasa Nabi Daud alaihissalam
juga boleh, malah akan lebih bagus lagi.
Tetapi
semua teknis di atas bukanlah aturan baku dalam mengqadha' puasa. Tidak mampu
seperti itu juga tidak mengapa. Yang penting dan paling utama adalah bagaimana
agar jumlah hutang puasa bisa tertutup hingga selesai.
Dan
kalau mau memperbanyak nilai pahala puasa, silahkan rajin-rajin mengerjakan
ibadah puasa sunnah. Apalagi kalau bisa lebih banyak bersedekah, tentu
pahalanya akan kita nikmati sendiri di akhirat.
Sebaiknya
semua bisa selesai selagi kita masih segar bugar, sehat wal afiat dan tentu
saja sebelum ajal datang menjemput. Sebab kalau terlanjur nikmat sehat ini
dicabut satu per satu, apalagi kalau sudah dipanggil Allah, sementara masih ada
sisa hutang yang belum terbayarkan, kita akan kerepotan sendiri nanti di hari
perhitungan kelak.
Wallahu a'lam bishshawab
No comments:
Post a Comment