Masalah ini merinci dua hal berbeda: MEMBACA dan
MENYENTUH Mushaf.
MEMBACA AL QURAN
1. Jika berhadats kecil
Hadats seperti ini misalnya seseorang yang sudah batal
wudhunya baik karena buang air besar atau kecil, buang angin, keluarnya madzi
(cairan yang keluar ketika syahwat), wadi (cairan yang keluar setelah buang air
kecil), terkena najis, dan apa pun yang untuk mensucikannya dengan dibersihkan
(dicuci) dan wudhu.
Kondisi seperti tidak ada dalil yang melarang untuk membaca
Al Quran, bahkan telah terjadi ijma’ –sebagaimana kata Imam An Nawawi- tentang
kebolehan membaca Al Quran dalam kondisi seperti ini.
Beliau mengatakan:
فإن
قرأ محدثا جاز بإجماع المسلمين والأحاديث فيه كثيرة معروفة
“Jika seorang berhadats membaca Al Quran maka BOLEH
menurut ijma’ kaum muslimin, dan hadits-hadits tentang itu banyak dan telah
diketahui.” (At Tibyan fi Adab Hamalatil Quran, Hal. 73. Mawqi’ Ruh Al
Islam)
Dan, Ijma’ (konsensus) merupakan salah satu sumber hukum
Islam yang telah disepakati semua ulama Islam, kecuali oleh yang menyimpang.
Namun demikian, walau pun boleh membaca Al Quran dalam keadaan hadats kecil,
adalah hal yang disukai dan merupakan adab yang baik jika seseorang hendak
membaca Al Quran dia berwudhu dahulu dan membersihkan mulutnya. Berkata Imam An
Nawawi Rahimahullah:
وينبغي
إذا أراد القراءة أن ينظف فاه بالسواك وغيره والاختيار في السواك أن يكون بعود من
أراك ويجوز بسائر العيدان وبكل ما ينظف كالخرقة الخشنة والأشنان وغير ذلك
“Hendaknya jika hendak membaca Al Quran dia membersihkan
mulutnya dengan siwak dan selainnya. Siwak yang dipilih berasal dari batang
kayu Arok, dan dibolehkan dengan semua jenis batang kayu, dan apa saja yang
dapat membersihkan, seperti dengan kain perca yang kasar dan usang, dan selain
itu.” (Ibid, Hal. 72)
Telah diriwayatkan dari Imam Malik Rahimahullah, bahwa
jika beliau hendak menyampaikan hadits nabi, beliau berwudhu dahulu sebagai
penghormatan atas ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
2.
Jika Berhadats Besar
Yaitu
hadats yang disucikannya dengan ghusl (mandi), atau istilah lainnya di negeri
kita adalah mandi junub, mandi wajib, dan mandi besar. Yang termasuk ini adalah
wanita haid, nifas, dan orang junub (baik karena jima’ atau mimpi basah yang
dibarengi syahwat).
Pada
bagian ini terjadi khilaf (perselisihan) pendapat di antara ulama Islam, antara
yang mengharamkan dan membolehkan.
Para
Ulama Yang Mengharamkan dan Alasannya
Mereka
yang mengharamkan beralasan dengan beberapa dalil berikut:
Hadits
dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أنه لا يحجزه شيء عن
القرأءة إلا الجنابة
“Bahwasanya
tidak ada suatu pun yang menghalanginya dari membaca Al Quran kecuali junub.” (HR.
Ibnu Majah No. 594)
Hadits
lain dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda:
لاتقرأ الحائض ولا
الجنب شيئا من القرآن
“Janganlah
wanita haid dan orang junub membaca sesuatu pun dari Al Quran.” (HR. At
Tirmidzi No. 131, Al Baihaqi dalam Sunannya No. 1375, katanya: laisa bi qawwi –
hadits ini tidak kuat. Ad Daruquthni, Bab Fin Nahyi Lil Junub wal Haa-id ‘An
Qira’atil Quran ,No. 1)
Hadits
lain dari Abul Gharif, katanya: Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu berwudhu,
dia berkumur dan menghirup air ke hidung tiga kali, mencuci wajah tiga kali,
mencuci kedua tangan hingga hasta tiga kali, kemudian membasuh kepala, lalu
mencuci kedua kakinya. Lalu Ali berkata: ” Seperti inilah wudhu yang aku lihat
dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,” lalu dia (Ali) membaca sesuatu
dari Al Quran, kemudian berkata:
هذا لمن ليس به جنب أما
الجنب فلا ولا آيه
“Ini
bagi siapa yang tidak junub, ada pun yang berjunub janganlah membaca, tidak
pula satu ayat.”
Syaikh
Ibnu Baz berkata: diriwayatkan oleh Ahmad dan sanadnya Jayyid (baik), dari
‘Aisyah. (Fatawa Islamiyah, 4/25. Lihat Musnad Ahmad No. 872, Syaikh Syu’aib
Al Arnauth mengatakan: sanadnya hasan. Muasasah Ar Risalah. Dengan taqdim;
Syaikh Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki)
Demikian
di antara dalil-dalil pihak yang mengharamkan orang berhadats besar MEMBACA Al
Quran.
Berkata
Imam An Nawawi Rahimahullah:
وأما الجنب والحائض
فإنه يحرم عليهما قراءة القرآن سواء كان آية أو أقل منها ويجوز لهما إجراء القرآن
على قلبهما من غير تلفظ به
“Ada
pun junub dan haid, maka keduanya diharamkan membaca Al Quran, sama saja apakah
yang dibacanya hanya satu ayat atau lebih sedikit. Dibolehkan bagi keduanya
membacanya dalam hati tanpa dilafazkan.” (At Tibyan, Hal. 74)
Beliau
juga mengatakan, dibolehkan membaca Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, selama
tidak dimaksudkan sebagai Al Quran. Kalangan Syafi’iyah di Khurasan juga
membolehkan membaca doa naik kendaraan: Subhanalladzi sakhara lana hadza ..,
juga doa: Rabbana atina fid dunya hasanah …, selama tidak dimaksudkan sebagai
Al Quran. Imam Al Haramain mengatakan: “Membaca bismillahirrahmanirrahim jika
dimaksudkan sebagai bagian dari Al Quran maka itu maksiat, jika tidak bermaksud
apa-apa, maka tidak berdosa. “ (Ibid) Ini juga menjadi pendapat Syaikh Wahbah
Az Zuhaili dan kalangan Hanafiyah. (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 1/474.
Al Maktabah Al Misykat)
Imam
An Nawawi juga mengatakan dalam Al Majmu’:
مذهبنا أنه يحرم على
الجنب والحائض قراءة القرآن قليلها وكثيرها حتى بعض آية؛ وبهذا قال أكثر العلماء
كذا حكاه الخطابي وغيره عن الأكثرين، وحكاه أصحابنا عن عمر بن الخطاب وعلي وجابر
رضي الله عنهم والحسن والزهري والنخعي وقتادة وأحمد وإسحاق.
“Madzhab
kami adalah bahwa haram bagi orang junub dan haid membaca Al Quran sedikit dan
banyak, walau sebagian ayat. Ini juga pendapat kebanyakan ulama, demikianlah
diceritakan pleh Al Khathabi dan selainnya dari banyak manusia. Para sahabat
kami juga menceritakan dari Umar bin Al Khathab, Ali, Jabir –semoga Allah
meridhai mereka-, Al Hasan, Az Zuhri, An Nakha’i, Qatadah, Ahmad, dan Ishaq.” (Al
Majmu’ Syarh Al Muadzdzab, 2/127)
Disebutkan
dalam Tuhfah Al Wahdzi , mengutip dari Imam Al Baihaqi, bahwa Umar bin Al
Khathab Radhiallahu ‘Anhu ‘hanya’ memakruhkan saja, berikut teksnya:
وصح عن عمر أنه كان
يكره أن يقرأ القرآن وهو جنب
“Telah
shahih dari Umar bahwa Beliau memakruhkan membaca Al Quran dalam keadaan
junub.” (Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Wahdzi, 1/412. Cet. 1.
1963M-1383H. Maktabah As Salafiyah. Madinah)
Dalam
kiitab As Sunan Al Kubra-nya Imam Al Baihaqi, tertulis Ibnu Umar, bukan Umar
bin Al Khathab, dan juga MENYENTUH MUSHAF, bukan MEMBACA AL QURAN, dan juga
WANITA HAID bukan ORANG JUNUB. Berikut teksnya (perhatikan):
ويذكر عن بن عمر أنه
كره للحائض مس المصحف
“Disebutkan
dari Ibnu Umar bahwa Beliau memakruhkan wanita haid menyentuh Al Quran.” (As
Sunan Al Kubra Al Baihaqi No. 1374. Begitu pula setelah dilihat di As Sunan Al
Kubra Imam Al Baihaqi yang kami Download dari shamela.ws, juga seperti ini
lafaznya. Lihat As Sunan Al Kubra-nya Imam Al Baihaqi versi Syamilah, No. 1534)
Tentang
larangan membaca Al Quran bagi orang yang junub dan haid, berkata Imam At
Tirmidzi Rahimahullah dalam Sunannya:
وهو قول أكثر أهل العلم
من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم والتابعين ومن بعدهم، مثل: سفيان الثوري، وابن
المبارك، والشافعي، وأحمد، وإسحق، قالوا: لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرآن
إلا طرف الآية والحرف ونحو
ذلك، ورخصوا للجنب والحائض في التسبيح والتهليل.
“Ini
adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam, tabi’in, dan orang setelah mereka seperti Sufyan At Tsauri, Ibnul
Mubarak, Asy Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. Mereka mengatakan: Janganlan wanita
haid dan orang junub membaca sedikit pun dari Al Quran kecuali melihat ujung
ayat dan huruf dan semisalnya. Mereka memberikan keringanan bagi orang junub
dan wanita haid dalam bertasbih dan tahlil.” (Sunan At Tirmidzi, Juz. 1,
Hal. 236, No. 131)
Tertulis
dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:
وَيَحْرُمُ عَلَى
الْجُنُبِ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ عِنْدَ عَامَّةِ الْعُلَمَاءِ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ
وَالْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ
“Diharamkan bagi orang junub membaca
Al Quran menurut umumnya para ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah,dan
Hanabilah.” Lalu disebutlah hadits dari Ali dan Ibnu Umar. (Al Mausu’ah,
16/53)
Demikianlah
pandangan kelompok yang melarang orang berhadats besar membaca Al Quran. Tetapi
mereka membolehkan jika baca di hati saja, atau membaca doa-doa dari Al Quran
dengan tidak memaksudkannya sebagai Al Quran. Mereka juga membolehkan berdzikir
seperti tahmid, tahlil, takbir, dan tasbih, bahkan kebolehan dzikir ini adalah
ijma’, sebagaimana disebutkan dalam At Tibyan-nya Imam An Nawawi.
No comments:
Post a Comment