Reaksi berbagai
daerah di Indonesia terhadap Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Reaksi berbagai daerah di Indonesia terhadap Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia adalah terjadinya perebutan kekuasaan, baik dengan cara kekerasan maupun dengan cara perundingan. Pada bulan September 1945, beberapa pemimpin karesidenan di Jawa menyambut Proklamasi Kemerdekaan dengan menyatakan diri sebagai bagian dari Pemerintahan Republik Indonesia dan mengancam akan melakukan tindakan keras terhadap segala tindakan yang menentang Pemerintah Republik Indonesia. Pegawai-pegawai Jepang dirumahkan dan dilarang memasuki kantor-kantor mereka.
Tahap berikutnya, para pemuda berusaha untuk merebut senjata dan gedung-gedung vital. Selama bulan September di Surabaya terjadi perebutan senjata di arsenal (gudang mesiu) Don Bosco, perebutan Markas Pertahanan Jawa Timur, perebutan Pangkalan Angkatan Laut Ujung, dan perebutan markas-markas Jepang lainnya serta perebutan pabrik-pabrik yang tersebar di seluruh kota.
Pada tanggal 19 September 1945, terjadi Insiden Bendera di Hotel Yamato. Insiden ini terjadi ketika orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato dengan dibantu oleh serombongan pasukan Sekutu, mengibarkan bendera Belanda di puncak hotel. Hal ini memancing kemarahan para pemuda. Oleh karena itu Residen Sudirman dengan cara baik-baik meminta agar bendera Belanda tersebut diturunkan. Setelah permintaan itu ditolak, maka hotel itu diserbu oleh para pemuda dan bentrokan pun tidak dapat dihindarkan. Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Belanda. Selanjutnya mereka merobek warna birunya dan mengibarkannya kembali menjadi merah-putih.
Sasaran berikutnya adalah Markas Kempetai yang terletak di depan kantor gubernur sekarang, karena dianggap sebagai lambang kekejaman Jepang. Markas tersebut diserbu oleh rakyat pada tanggal 1 Oktober 1945. Setelah melalui pertempuran selama kurang lebih 5 jam, gedung itu jatuh ke tangan rakyat. Dalam pertempuran itu 25 orang pemuda gugur dan 60 luka-luka serta sebanyak 15 orang prajurit Jepang Meninggal.
Reaksi berbagai daerah di Indonesia terhadap Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia adalah terjadinya perebutan kekuasaan, baik dengan cara kekerasan maupun dengan cara perundingan. Pada bulan September 1945, beberapa pemimpin karesidenan di Jawa menyambut Proklamasi Kemerdekaan dengan menyatakan diri sebagai bagian dari Pemerintahan Republik Indonesia dan mengancam akan melakukan tindakan keras terhadap segala tindakan yang menentang Pemerintah Republik Indonesia. Pegawai-pegawai Jepang dirumahkan dan dilarang memasuki kantor-kantor mereka.
Tahap berikutnya, para pemuda berusaha untuk merebut senjata dan gedung-gedung vital. Selama bulan September di Surabaya terjadi perebutan senjata di arsenal (gudang mesiu) Don Bosco, perebutan Markas Pertahanan Jawa Timur, perebutan Pangkalan Angkatan Laut Ujung, dan perebutan markas-markas Jepang lainnya serta perebutan pabrik-pabrik yang tersebar di seluruh kota.
Pada tanggal 19 September 1945, terjadi Insiden Bendera di Hotel Yamato. Insiden ini terjadi ketika orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato dengan dibantu oleh serombongan pasukan Sekutu, mengibarkan bendera Belanda di puncak hotel. Hal ini memancing kemarahan para pemuda. Oleh karena itu Residen Sudirman dengan cara baik-baik meminta agar bendera Belanda tersebut diturunkan. Setelah permintaan itu ditolak, maka hotel itu diserbu oleh para pemuda dan bentrokan pun tidak dapat dihindarkan. Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Belanda. Selanjutnya mereka merobek warna birunya dan mengibarkannya kembali menjadi merah-putih.
Sasaran berikutnya adalah Markas Kempetai yang terletak di depan kantor gubernur sekarang, karena dianggap sebagai lambang kekejaman Jepang. Markas tersebut diserbu oleh rakyat pada tanggal 1 Oktober 1945. Setelah melalui pertempuran selama kurang lebih 5 jam, gedung itu jatuh ke tangan rakyat. Dalam pertempuran itu 25 orang pemuda gugur dan 60 luka-luka serta sebanyak 15 orang prajurit Jepang Meninggal.
Tindakan Heroik di
Berbagai Daerah di Indonesia
Sejak dikumandangankan proklamasi kemerdekaan, bendera Merah Putih berkibar dimana-mana. Di samping itu, pekik “Merdeka” menjadi salam nasional. Keadaan itu mengambarkan dukungan luas rakyat terhadap proklamasi kemerdekaan.
Sejak dikumandangankan proklamasi kemerdekaan, bendera Merah Putih berkibar dimana-mana. Di samping itu, pekik “Merdeka” menjadi salam nasional. Keadaan itu mengambarkan dukungan luas rakyat terhadap proklamasi kemerdekaan.
Tindakan Heroik Terhadap
Jepang
Tindakan terhadap Jepang terutama untuk merebut dan melucuti senjata-senjata Jepang. Tujuan melucuti senjata Jepang :
• Mendapatkan senjata untuk modal perang.
• Mencegah senjata Jepang agar tidak jatuh ke tangan sekutu.
• Mencegah agar senjata Jepang tidak digunakan untuk membunuh rakyat.
Tindakan terhadap Jepang terutama untuk merebut dan melucuti senjata-senjata Jepang. Tujuan melucuti senjata Jepang :
• Mendapatkan senjata untuk modal perang.
• Mencegah senjata Jepang agar tidak jatuh ke tangan sekutu.
• Mencegah agar senjata Jepang tidak digunakan untuk membunuh rakyat.
FAKTOR-FAKTOR KONFLIK PASKA KEMERDEKAAN
.
Faktor penyebab terjadinya konflik Indonesia-Belanda
- Kedatangan tentara sekutu diboncengi oleh NICA
Semenjak Jepang
menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 maka secara
hukum tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan Indonesia berada
dalam keadaan vacum of power (tidak ada pemerintah yang berkuasa) dan waktu itu
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya. Pada tanggal 10 September 1945 Panglima Bala Tentara Kerajaan
Jepang di Jawa mengumumkan bahwa pemerintahan akan diserahkan pada Sekutu bukan
pada pihak Indonesia. Dan pada tanggal 14 September perwirwa Sekutu datang ke
Jakarta untuk mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang
pendaratan rombongan Sekutu.
Pada tanggal 29
September 1945 akhirnya Sekutu mendarat di Indonesia yang bertugas melucuti
tentara Jepang. Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang hati kedatangan
Sekutu, karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah
diketahui bahwa Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di bawah
pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya, sikap rakyat Indonesia
menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkan orang-orang
Belanda yang melarikan diri ke Australia setelah Belanda menyerah pada Jepang.
Organisasi ini semula didirikan dan berpusat di Australia. Keadaan bertambah
buruk karena NICA mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas oleh Sekutu dari
tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan
pertentangan, bahkan diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu.
Tugas yang diemban
oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces Netherlands East
Indies (AFNEI) di bawah Letnan Sir Philip Christinson. Mereka memiliki
keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda. Adapun tugas AFNEI di
Indonesia adalah sebagai berikut.
- Menerima penyerahan dari tangan Jepang.
- Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
- Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
- Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil.
- Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di depan pengadilan.
- Kedatangan Belanda (NICA) berusaha menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia.
Kedatangan pasukan
Sekutu pada mulanya disambut dengan sikap netral oleh pihak Indonesia. Namun,
setelah diketahui bahwa Sekutu membawa NICA(Netherland Indies Civil
Administration) sikap masyarakat berubah menjadi curiga karena NICA adalah
pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil alih
pemerintahan sipil di Indonesia. Para pemuda memberikan sambutan tembakan
selamat datang. Situasi keamanan menjadi semakin buruk sejak NICA
mempersenjatai kembali tentara KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang.
Melihat kondisi yang
kurang menguntungkan, Panglima AFNEI menyatakan pengakuan sedara de facto atas
Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. Sejak saat itu, pasukan AFNEI
diterima dengan tangan terbuka oleh pejabat-pejabat RI di daerah-daerah untuk
membantu memperlancar tugas-tugas AFNEI.
Namun dalam
kenyataannya di daerah-daerah yang didatangi Sekutu selalu terjadi insiden dan
pertempuran dengan pihak RI. Hal itu disebabkan pasukan Sekutu tidak
bersungguh-sungguh menghormati kedaulatan RI. Sebaliknya pihak Sekutu yang
merasa kewalahan, menuduh pemerintah RI tidak mampu menegakkan keamanan dan ketertiban
sehingga terorisme merajalela. Pihak Belanda yang bertujuan menegakkan kembali
kekuasaannya di Indonesia berupaya memanfaatkan situasi ini dengan memberi
dukungan kepada pihak Sekutu. Panglima Angkatan Perang Belanda, Laksamana
Helfrich, memerintahkan pasukannya untuk membantu pasukan Sekutu.
Kedatangan
tentara Sekutu yang diboncengi NICA menyebabkan terjadinya konflik dan
pertempuran di berbagai daerah. Keinginan Belanda untuk kembali menjajah
Indonesia berhadapan dengan rakyat Indonesia yang mempertahankan
kemerdekaannya. Oleh karena itu, terjadi pertempuran di berbagai daerah di
Indonesia. Konflik antara Indonesia-Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia
internasional untuk menyelesaikannya.
No comments:
Post a Comment